WATU WALADONG

WATU WALADONG - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul WATU WALADONG, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.

Judul Posting : WATU WALADONG
Link : WATU WALADONG
CERITA DARI NUSA TENGGARA TIMUR

Adalah seorang petani yang rajin menjaga kebunnya di Pulau Sumba. Pada suatu hari petani tersebut merasa sangat kecewa karena tanpa sepengetahuannya tahu-tahu kebunnya sudah dalam keadaan rusak. Ternyata kerusakan kebun tersebut disebabkan oleh serangan segerombolan babi hutan pada tengah malam.

Karena kerusakan kebun itu tidak ingin berlangsung berkepanjangan pada malam berikutnya petani tersebut sengaja menjaga kebun itu agar tidak diserang lagi oleh kawanan babi hutan. Cara ia menjaga kebunnya dengan cara memanjat pohon sambil mempersiapkan sebuah tombak sakti yang dipinjam dari pamannya. Tombak sakti tersebut bernama NUMBU RANGGATA.

Ketika ia sedang menjaga kebunnya dengan duduk di atas dahan sebuah pohon, ia melihat segerombolan babi hutan datang ke arah kebun yang dijaganya. Petani itu segera memperhatikan dari atas dahan pohon. Dan begitu babi hutan itu menyerang kebun ia segera melemparkan tombak saktinya ke arah rombongan babi hutan tersebut. Begitu mata tomak melayang, salah satu babi hutan yang paling besar, yang ternyata pimpinan rombongan terkena tombak bagian perutnya. Seketika itu juga segerombol babi hutan tersebut lari entah kemana. Petani itu merasa lega-lega susah. Leganya karena kebunnya tidak jadi diserang segerombolan babi hutan. Sedangkan susahnya ia harus kehilangan tombak Numbu Ranggata yang menancap di perut babi hutan yang lari entah kemana itu. Ia tentu akan dimarahi oleh pamannya.

Keesokkan harinya karena ia tidak ingin kena marah dari pamannya karena kehilangan tombak sakti, ia mencoba mencarinya. Cara mencarinya dengan menganut arah ceceran darah babi hutan yang lari membawa luka semalam. Ceceran darah babi hutan itulah yang dianggap sebagai tanda jejak kemana babi hutan itu lari.

Di saat tengah mencari jejak kemana larinya babi hutan yang terluka, ia harus kehilangan jejak begitu pencariannya sampai ke tepi pantai. Tetesan darah itu hilang tertelan ombak air laut. Akhirnya ia hanya mampu termanggu di tepi pantai.

Tetapi ketika petani itu dalam keadaan kebingungan termenung di tepi pantai, tiba-tiba muncul seekor kura-kura besar sekali. Kura-kura itu segera bertanya layaknya seorang manusia.

“Kenapa kamu termangu? Apa yang kau cari di tempat ini? ” tanya kura-kura itu.

“Aku mencari tombak saktiku yang semalam hilang terbawa babi hutan yang lari.” jawab petani itu polos.

“Kok bisa hilang terbawa babi hutan?”

“Babi itu merusak kebunku. Lalu kutombak dari atas dahan. Babinya lari sambil membawa tombak yang tertancap di perutnya.”

“Baiklah ayo ikut aku! Kelak tombakmu bakal ketemu.” ajak kura-kura kemudian.
 
Ringkas cerita kemudian petani itupun menuruti ajakan sang kura-kura. Petani itu naik ke punggung kura-kura menuju ke tengah laut. Dan setelah dua hari dua malam berenang-renang di tengah laut sampailah keduanya di sebuah pulau terpencil. Di pulau terpencil itu petani ketemu dengan seorang wanita tua. Setelah berbincang-bincang dengan wanita tua yang baru dikenalnya itu sang petani mendapat penjelasan bahwa babi yang menyerang kebunnya itu adalah jelmaan sekelompok suku terasing, yang tinggal di pulau tersebut. Suku terasing tersebut dipimpin oleh seorang kepala suku yang memiliki batu ajaib yang disebut Waladong. Karena memiliki batu ajaib itulah kepala suku beserta warganya dapat menjelma menjadi segerombolan babi hutan.

Setelah diberitahu cukup jelas oleh nenek tua, si petani tersebut bermaksud menemui kepala suku. Tak yakin tombak Numbu Ranggada masih berada di tangan gerombolan babi yang ternyata jelmaan suku terasing itu.

Petanipun pergi ke perkampungan suku terasing sesuai dengan saran nenek tua yang dikenalnya itu. Setelah sampai ke perkampungan petani itu ditemui oleh beberapa orang dari suku terasing tersebut.

“Aku akan bertemu dengan kepala suku di tempat ini,” kata petani berterus terang.

“Kepala suku tidak dapat ditemui.” jawab salah seorang diantara mereka.

“Kenapa tidak dapat ditemui?” desak petani memaksa.

“Kepala suku pemimpin kami sedang sakit.”

“Sakit apa?”

“Lambungnya sakit!”

Mendengar jawaban itu petani semakin yakin bahwa babi yang ditombaknya itu adalah betul babi jelmaan kepala suku.

“Aku sanggup mengobatinya. Apakah aku dapat menemuinya?”

“Kalau kamu sanggup mengobatinya silahkan.”
 
Petani itupun menemui kepala suku yang sedang berbaring sakit.

“Sakit apa kamu?” tanya petani begitu berada di dekat kepala suku.

“Lambungku sakit! kata kepala suku jujur.

“Kamu pernah terkena tusuk tombak?”

Kepala suku diam tak menjawab. Tetapi dalam hati kepala suku sudah dapat menerka bahwa ia telah kedatangan orang yang pandai.

“Dari mana kamu tahu?” balas kepala suku balik bertanya.

“Tidak ada yang memberitahu. Tapi betul bukan bahwa kamu pernah kena ujung tombak ?”

‘Memang benar. Aku pernah terkena tombak. Apakah kamu dapat mengobati?”

“Aku sanggup mengobati. Tetapi ada syaratnya.” jawab petani itu menyakinkan.

“Apa syaratnya?”

“Syaratnya tombak yang melukaimu harus kucabut. Setelah itu tombak tersebut harus kubuang ke tengah laut.” jawab Petani itu sedikit berbohong. Namun setelah kepala suku itu berembug dengan keluarganya, akhirnya siap diobati dan sanggup memenuhi syarat yang ditetapkan.

“Baik, aku sanggup memenuhi syarat yang kamu tetapkan!” jawab kepala suku kemudian.

Dengan tanpa membuang waktu sedikitpun akhirnya petani Sumba itu segera mengobati sakit kepala suku. Tombak yang menancap di lambung segera dicabut. Setelah itu luka yang membekas diobatinya dengan ramuan yang telah dipersiapkan. Semua itu berlangsung atas pertunjuk dari nenek tua yang telah dikenal sebelumnya.
 
Kini tombak sakti Numbu Ranggata telah berada ditangan petani Sumba. Sesuai dengan janji yang diberikan, tombak segera dibawa ke tengah laut. Tetapi perlakuan ini hanya untuk mengelabuhi kepala suku. Yang terjadi sesungguhnya adalah tombak tersebut dikembalikan kepada pemiliknya.

Selesai melakukan semua itu sang petani Sumba kembali menghadap nenek tua ditempat tinggalnya. Tujuannya minta petunjuk apa yang harus dilakukan oleh petani Sumba itu selanjutnya.

“Apa yang harus kulakukan berikutnya, nenek?” tanya Petani Sumba kepada nenek tua itu.

“Datanglah kamu ke tempat kepala suku. Karena kau telah berhasil menolongnya tentu mereka akan memberikan imbalan kepadamu.” jawab nenek tua.

“Lalu hadiah apa yang hendak diberikan kepadaku?”

“Kalau kamu disuruh memilih mintalah hadiah berupa Watu Waladong yang selama ini selalu dibawa oleh kepala suku.”

“Apa Watu Walodong itu?”

“Sudahlah, nanti kamu bakal mengerti dengan sendirinya.”

Akhirnya petani Sumba kembali lagi ke tempat kepala suku. Setiba di tempat kepala suku , ketika ditawari hadiah apa yang harus di minta, petani Sumba segera menjawab, bahwa yang diminta adalah Watu Waladong.

Mendengar permintaan petani Sumba bahwa yang diminta sebagai hadiah adalah Watu Waladong, seketika itu juga kepala suku tersentak kaget.

“Kalau Watu Waladong yang kamu minta sebagai hadiah, aku harus berunding dulu dengan wargaku.” kata kepala suku kemudian.
 
Beberapa hari berikutnya kepala suku bertemu dengan petani Sumba untuk memberikan jawaban. Dan jawaban yang diberikan adalah Watu Waladong akan diberikan kepada petani Sumba tetapi harus melalui adu kekuatan terlebih dahulu. Kalau petani Sumba mampu mengalahkan kepala suku atau orang yang ditunjuk oleh kepala suku, barulah Watu Waladong akan diserahkan.

Mendapat jawaban itu Petani Sumba segera kembali kepada nenek tua untuk melaporkannya. Selanjutnya nenek tua menasehati kepada petani Sumba.

“Kepala suku memang orangnya sakti. Kamu akan mampu mengalahkannya bila kamu mampu memiliki ilmu yang tinggi.” kata nenek tua menasehati.

“Lalu apa yang harus kulakukan untuk selanjutnya Nek?”

“Kamu harus kembali ke pulau Sumba, mintalah kepada pamanmu agar pamanmu mau memindahkan kesaktian tombak Numbu Ranggata yang sakti itu kepadamu.”

Tanpa berpikir panjang petani Sumba segera kembali ke tempat asalnya, yaitu di pulau Sumba. Dan untuk melaksanakan tujuannya itu tentu ia minta bantuan kepada kura-kura laut yang memang selalu siap membantu setiap saat. Setiba di Pulau Sumba paman petani yang memiliki tombak Numbu Ranggata itu tidak keberatan. Maka setelah memperoleh pemindahan kesaktian Numbu Ranggata petani Sumba itu segera kembali ke pulau asing guna menemui kepala suku. Hari untuk melakukan adu kesaktian pun ditetapkan. Kedua belah pihak saling menyetujui.
 
Rupanya setelah adu kesaktian antara petani Sumba dan kepala suku dilakukan, setelah masing-masing mengeluarkan aji kesaktiannya, pertarungan itu dimenangkan oleh petani Sumba. Kepala suku mengaku kalah. Dan sebagai konsekwensinya adalah penyerahan Watu Waladong dari kepala suku kepada petani Sumba. Diboyonglah Watu Waladong dari pulau yang asing, yang semula dikuasai oleh kepala suku ke pulau Sumba oleh si petani itu.

Yang perlu diketahui, ternyata Watu Waladong itu wujudnya ada tiga buah. Dua buah berjenis kelamin pria yang akan mencurahkan sumber makanan berupa padi dan jagung. Yang satu berjenis kelamin wanita yang akan mencurahkan sumber makanan berupa jawawut. Ketiga batu ini mampu bergerak sendiri mengikuti orang yang dianggap sebagai majikannya.

Setelah Watu Waladong berganti majikan, Watu Waladong ikut pulang ke pulau Sumba bersama majikannya, petani Sumba itu. Dalam perjalanannya, Watu Waladong melalui dasar laut. Sedangkan petani Sumba naik ke atas kura-kura laut.

Setiba di pulau Sumba, Watu Waladong segera megikuti petunjuk dan perintah majikannya yang baru. Dan oleh sang majikan, ketiga batu itu segera diperintah untuk menjelajah di tempat yang baru untuk membuat sumber air.

Sesuai dengan perintah yang harus dilakukan, mata air petama yang diciptakan adalah mata air Nyura Lete di wilayah Tambolaka, mata air kedua adalah mata air Wee Tebula di wilayah Weetelula. Mata air ketiga adalah mata air Wee Muu diperbatasan daerah Wewewa Timur. Adapaun mata air yang keempat adalah mata air Weekello Sawah di wilayah Wewewa Timur. Mata air ini muncul dari dalam gua bentuknya bagaikan mulut seekor ular naga. Semburan air yang jernih itu muncul bagaikan juluran lidah yang berbahaya. Selesai melaksanakan tugasnya Watu Waladong yang berjumlah tiga buah itu diminta kembali oleh sang majikan. Maka ketiganya pun kembali menelusuri pegunungan Yawilla, kembali ke Wewewa Barat melalui sungai Paerdawa yang bersumber dari mata air Weekello Sawah dan bermuara di Tanjung Karoso di daerah Bondo Kodi. Selanjutnya ketiga batu ini melepaskan lelah di tempat ini. Batu yang menganugrahkan bibit jagung tinggal di darat, sedang batu yang menganugrahkan bibit padi dan jewawat tinggal di laut. Demikianlah kisah Watu Waladong dari pulau yang asing.


Demikianlah Info postingan berita WATU WALADONG

terbaru yang sangat heboh ini WATU WALADONG, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.

Anda sedang membaca posting tentang WATU WALADONG dan berita ini url permalinknya adalah https://indodongeng.blogspot.com/2010/05/watu-waladong.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates: