SI JAMPANG JAGO BETAWI

SI JAMPANG JAGO BETAWI - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul SI JAMPANG JAGO BETAWI, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.

Judul Posting : SI JAMPANG JAGO BETAWI
Link : SI JAMPANG JAGO BETAWI
CERITA DARI JAKARTA

Tersebutlah seorang suami istri. Rupanya sepasang suami itu baru saja mendapatkan sebuah kebahagiaan berupa lahirnya seorang bayi laki-laki mungil yang diberi nama si Jampang. Beberapa tahun kemudian bayi laki-laki telah berkembang menjadi seorang pemuda yang gagah dan tampan.

Karena ayah si Jampang dulu berasal dari Banten, sebagai keturunan orang Banten si Jampang pun diajari main pencak, silat dan bela diri lainnya. Bahkan si Jampang pandai sekali memainkan pedang dan golok.

Setelah si Jampang dewasa ia dinikahkan dengan seorang gadis cantik dari Kebayoran Lama. Tetapi anehnya, begitu si Jampang kawin, ia tidak mau tinggal bersama kedua orang tuanya. Juga tidak mau tinggal di rumah mertua. Ia bersama istrinya memilih tinggal di Grogol.

Selama tinggal di Grogol bersama istrinya ia mengalami hidup yang sangat bahagia. Meski tidak tergolong kaya setiap hari ia beserta keluarganya tidak pernah kekurangan makan.
 
Ketika sudah cukup lama berumah tangga ia pun dikarunia seorang anak laki-laki. Anak laki-laki si Jampang ini juga tampan seperti ayahnya. Hanya sayangnya ketika anak laki-lakinya itu belum beranjak dewasa, ibu si Jampang Muda keburu dipanggil menghadap Tuhan Yang Maha Kuasa. Kini si Jampang hanya hidup bersama anak laki-laki tunggalnya.

Karena si Jampang berharap kelak anaknya tumbuh menjadi orang yang sholeh, maka si Jampang Muda itu diserahkan ke pondok pesantren. Dengan cara begitu kelak anaknya akan berkembang menjadi anak yang sholeh berguna bagi nusa, bangsa dan agama.

Tetapi di sisi lain meski anaknya sudah dititipkan di pondok pesantren, sejak ditinggal mati istrinya si Jampang juga merasa kesepian. Karena itu ia menjadi selalu bersedih. Apalagi jika ditambah keadaan rakyat Betawi yang rata-rata hidupnya miskin. Hatinya semakin tambah bersedih.

Pada suatu hari ia berkenalan dengan seseorang bernama si Pitung. Bersama si Pitung akhirnya si Jampang melakukan tindakan-tindakan yang kurang terpuji. Salah satu tindakan yang mereka lakukan adalah merampok pada orang-orang yang dianggap kaya dan kikir. Sejak saat perkenalannya denga si Pitung itu si Jampang terkenal sebagai seorang perampok. Di warung-warung, di tempat-tempat ramai lainnya nama si Jampang dikenal sebagai seorang perampok.

Begitu nama ayahnya menjadi pembicaraan orang di jalan-jalan, di warung-warung dan di tempat-tempat yang lain, si Jampang Muda yang tengah asyik mengikuti pendidikan agama di pondok pesantren menyempatkan diri pulang untuk menemui ayahnya.

“Ayah ..... saya tidak mau lagi masuk di pesantren!” kata si Jampang muda setelah berada di hadapan ayahnya.
 
“Kenapa?”

“Saya malu, malu sekali!”

“Kenapa mesti malu?”

“Bukankah Ayah keturunan orang Banten. Biasanya keturunan Banten orangnya baik-baik. Tetapi Ayah malah orang yang tidak baik.”

“Apa maksud kamu berkata begitu, Nak?”

“Di pondok pesantren, di tempat-tempat umum sudah banyak dibicarakan orang. Ayah adalah orang Banten yang jadi perampog. Saya malu Yah!”

Untuk beberapa saat lamanya si Jampang tidak menyahut kata-kata anaknya. Malah tanpa disadari ia jadi binggung sendiri.

“Ayah harus berhenti jadi perampok, Yah!” kata anaknya lagi membuat si Jampang tersentak.

“Memang akhir-akhir ini aku bersama si Pitung telah menjadi seorang perampok, Nak. Tapi aku punya tujuan baik.” kata si Jampang kemudian.

“Ah Ayah ada-ada saja. Yang namanya perampok, bagaimanapun bentuknya tetap perampok. Tujuannya pasti jelak.” sanggah anaknya jelas.

“Tujuan jelek itu perampok pada umumnya, Nak. Tapi aku sebagai perampok punya tujuan lain. Tujuanku baik.”

“Mana ada perampok bertujuan baik. Yang namanya perampok itu pasti merugikan orang lain. Orang merampok dikutuk oleh agama.”
 
“Ala ... kamu masih kanak-kanak. Kamu tidak usah memberi nasehat kepada orang tua seperti kyai menasehati santrinya. Ayahmu merampok dengan tujuan yang baik.”

“Ayah dapat mengatakan merampok dengan tujuan yang baik. Bagaimana duduk perkaranya?”

“Dengarkan kataku! Ayah bersama si Pitung merampok ke rumah orang-orang yang kaya, tapi kikir. Mereka tidak mau peduli dengan orang yang miskin. Malah menindas rakyat!”

“Jadi Ayah merampok dengan tujuan menyadarkannya?”

“Tidak hanya menyadarkannya. Aku merampok harta mereka. Setelah berhasil merampok, harta rampogan itu kubagi-bagikan kepada mereka yang membutuhkan. Jadi bukan untuk kepentingan sendiri.”

“Jadi Ayah akan terus melakukan pekerjaan merampok itu?”

“Kamu tidak usah mengurus urusanku. Yang penting dirimu sendiri! Sana cepat kembali ke pondok pesantren!”

“Tidak, saya tidak mau ke pondok pesantren lagi.”

“Kenapa tidak mau? Apakah kamu ingin jadi tukang pukul, ingin jadi rampok seperti ayahmu ini?”

“Aku ingin Ayah jadi orang baik-baik kembali.”

Si Jampang kembali diam. Tapi pelan-pelan ia mulai mau menyadari kesalahannya selama ini. Iapun mulai berpikir untuk dapat hidup baik seperti sediakala. Ia harus punya istri yang dapat diajak berpikir tentang suka dan duka setiap hari.
 
“Baiklah, aku akan menghentikan kebiasaanku. Kamu harus kembali ke pondok pesantren, dan aku akan mencarikan kamu seorang ibu.”

“Mana ada wanita yang mau jadi istri orang perampok?”

Kata-kata anaknya itu memang tidak sopan. Tapi jika dipikir secara jernih benar juga. Oleh karena itu si Jampang segera memutar otak agar ada seorang wanita yang mau dikawini

Setelah memutar otak cukup lama, si Jampang menemukan jalan keluar. Ia mengenal seorang janda beranak satu. Namanya Mayangsari. Agar si Mayangsari mau dikawini sebelumnya ia datang ke tempat Mbah Dukun Dulah di kampung Gabas. Setelah pulang dari Mbah Dukun Dulah ia terus ke rumah Mayangsari.

Setiba di rumah Mayangsari si Jampang ditemui oleh anaknya Mayangsari.

“Ada apa Pak?” tanya anak Mayangsari yang manis berusia lima belas tahun.

“Aku mau minta ibumu yang janda itu kujadikan istriku.”

“Mau Bapak kawin?”

“Ya! Boleh tidak boleh ibumu mau kukawin.”

“Boleh Pak tapi ada syaratnya!”

“Apa syaratnya?”

“Pak Jampang harus menyerahkan sepasang kerbau sebagai mas kawin.”

“Saya siap asal ibumu mau jadi istriku.”
 
Si Jampang pun segera pulang. Tapi di tengah jalan pikirannya mendadak kacau. Bukankah ia tidak punya sepasang kerbau. Dari mana ia harus menyerahkan sepasang kerbau agar dapat mengawini Mayangsari.

Setiba di rumah si Jampang segera berembug dengan si Pitung temannya. Dalam pertemuan itu akhirnya diputuskan mereka berdua bermaksud merampok di rumah Haji Daud di daerah Tambun. Acara pun segera disusun secara matang.

Hari berikutnya mereka berdua berangkat ke rumah Haji Daud. Di rumah Haji Daud keduanya dapat mengambil harta Haji Daud dengan mudah. Tetapi ketika baru saja meninggalkan daerah Tambun tiba-tiba sekawanan polisi telah mengepung mereka. Ternyata ketika melakukan perampokan untuk kesekian kalinya itu, si Jampang mengalami nasib sial. Memang si Jampang adalah seorang jagoan Betawi. Disaat ia merampok rumah orang-orang yang kaya dan hasil rampokkannya diberikan kepada orang miskin yang membutuhkan, si Jampang tidak pernah tertangkap. Bahkan si Jampang dianggap sebagai seorang pahlawan bagi mereka-mereka yang miskin. Tetapi di saat ia merampok untuk kepentingannya sendiri, yaitu untuk mengawini si janda Mayangsari nasibnya sungguh sial. Ia ditangkap dan dipenjarakan. Itulah si Jampang Jago Betawi.


Demikianlah Info postingan berita SI JAMPANG JAGO BETAWI

terbaru yang sangat heboh ini SI JAMPANG JAGO BETAWI, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.

Anda sedang membaca posting tentang SI JAMPANG JAGO BETAWI dan berita ini url permalinknya adalah https://indodongeng.blogspot.com/2010/05/si-jampang-jago-betawi.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates: