Dongeng si buaya, kancil dan kafibara

Dongeng si buaya, kancil dan kafibara - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul Dongeng si buaya, kancil dan kafibara, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.

Judul Posting : Dongeng si buaya, kancil dan kafibara
Link : Dongeng si buaya, kancil dan kafibara
Timurku. Dalam perjalanannya mencari penghidupan baru, seekor kancil bertemu dengan sebuah sungai. Di saat mana ia sedang menimbang-nimbang cara agar bisa menyebrang, dua ekor buaya tiba-tiba muncul ke permukaan air dan meloncat, salah satu buaya mencaplok salah satu kaki depan si Kancil.
“Lepaskan!!” Si kancil menjerit-jerit. Meronta-ronta. “Minta hidup. Minta Hidup.
“Dia lapar!” Kata buaya temannya, yang sekaligus penerjemah.
“Iya tapi jangan aku. Jangan aku”
“Jangan dia katanya” kata si buaya penerjemah kepada buaya yang sedang mencaplok kaki si kancil
“wau?”
“Kenapa katanya”
“Bilang aku tidak enak. Aku punya gantinya buat dia kalau mau”
Si buaya penerjemah menjelaskan kepada temannya. Lalu katanya kepada kancil, “Masa? katanya”
“Serius. Lebih besar dan enak”
“rogo kro, roah groho”
“Berikan sekarang juga, katanya, dia sangat lapar”
“Lepaskan kakiku. Aku butuh kakiku buat jalan mengambilnya”
Si Buaya Penerjemah menjelaskan kepada buaya temannya itu. Terjadi diskusi yang lumayan serius.
“Grok trondo kancil lordego, soso”
“wero?”
“Logra goroho”
“Wor!!”
“Graho hogero”
Hasil diskusi menyebabkan si Buaya yang sedang mencaplok kaki si kancil akhirnya melepaskan caplokannya,
”Horde, boro loa”
“Awas, jangan bohong”
“Tidak bohong. Aku punya daging sapi yang sangat besar”
”Hoe poro?”
“Iya, mana?”
“Bagusnya kamu panggil dulu teman-temanmu”
“Loge huro oru toho terotero”
“Wauha?”
“Mengapa?” kata si Buaya Penerjemah
“Daging sapinya besar sekali. Sapi Super. Tidak akan habis kau makan sendiri!”
“worte, oru goha wakokoko”
“Rododo!”
“Ronaldo?” Tanya si Buaya Penerjemah
“Yee, Rododo!! Rodooo goru gopo”
“Oh”
“Oke..baiklah kalau begitu. Tunggu sebentar, ya” kata si Buaya Penerjemah kepada si Kancil. Kedua buaya itu girang sekali, Timur, kedua buaya itu senang sekali. Keduanya lalu menyelam. Berenang ke berbagai arah untuk memanggil teman-temannya. Tidak lama kemudian, kedua buaya sudah lagi kembali bersama teman-temannya.
“Anjing, capek euy. Mana dagingnya, Cil?” kata si Buaya Penerjemah
“Banyak sekali temanmu? Ada berapa sih?”
“Berapa ya?” Si Buaya Penerjemah menengok ke arah teman-temannya.
“Biar aku hitung dulu. Takutnya kurang. Boleh aku hitung?
“Boleh. Boleh”
Kemudian para Buaya itu, Timur, masing-masing mengatur diri untuk berjejer. Air sungai dicampuri air liur. Di tepi sungai, si Kancil memberi mereka senyuman. Ada suara kecibak air karena gerakan sibuk tubuh mereka. Beberapa menit kemudian akhirnya mereka sudah selesai membuat barisan.
“Silakan, Cil!” kata si buaya penerjemah
Nah, waktu si kancil siap melompat untuk menghitung, tiba-tiba dari jauh nampak ada satu ekor buaya yang bergegas datang terlambat. Usianya sudah lebih tua daripada yang lain. Bahkan lebih tua dari Opa.
“Pak Tua, mari bergabung untuk dihitung! Kata si buaya penerjemah, “Ada Daging Sapi Bagian dari si kancil!”
Buaya Tua itu berkata, tentu pakai bahasa buaya, ”Dasar kalian semua buaya tolol!”
“Heh, mengapa datang-datang kau berang?”
“Apa kalian tidak pernah denger dongeng si kancil yang cerdik?” Buaya Tua membuat semua buaya memasang roman muka bertanya,“…tentang bagaimana dahulu bapak si Kancil menipu nenek moyang kita?” Si Buaya tua menatap dengki kepada si Kancil. “Sekarang dia. Dia pasti mau mengulang trik yang sama sebagaimana bapaknya dahulu. Disuruhnya kalian berjejer untuk dihitung. Asal kau tahu, wahai kaumku, sesungguhnya tak ada daging sapi padanya. Dia hanya bermaksud menipu kalian dengan berpura-pura menghitung jumlah kalian, kelak bila sudah sampai di hujung hitungan, dia akan meloncat lari dan pergi. Wahai kaum buaya sadarlah, tidakkah kalian mau belajar dari pengalaman?
“Benar, engkau benar! Kami mendengar dongeng itu dari nenek moyang kami. Wahai alangkah lalainya kami ini” jawab para Buaya. Serta merta roman muka buaya berubah menjadi murka. Mereka bergerak maju untuk menyerang si Kancil.
“kenapa?” tanya si kancil kepada si buaya penerjemah. Si buaya penerjemah menjelaskan apa kata si buaya tua.
“Dia adalah si Kancil itu. Binatang simbol kecerdikan…,” Teriak Si Buaya Tua lagi,”….Sekaligus kelicikan!!! Hentikan hidupnya!” Si Kancil menjadi panik untuk bagaimana cepat cari selamat. Betapa dia sudah nyaris terkepung buaya.
“Hai!” teriak seekor Kafibara yang tiba-tiba datang lari mendekat,”Ada apa ini?”
“Rora rau?” Tanya Buaya Tua
“Gak ngerti” kata Kafibara
“Siapa kau!” Kata Buaya Penerjemah.

“Aku. Kafibara”
“Gero naraturoho kroko togo?”
“Gerangan apa yang menyuruhmu agar kami berhenti?”
“Siapa yang menyuruh kalian berhenti? Apa kuasaku bisa menghentikan kalian. Lain itu Si Kancil bukan pula keluargaku. Aku berlepas diri dari nasib si Kancil, tapi bolehkah aku bertanya sebab apa kalian mau membunuhnya? Mudah-mudahan menjadi pelajaran bagiku”
“Jangan terlalu cepat ngomongnya! Aku gak ngerti” kata si Buaya Penerjemah
“Gini. Aku gak nyuruh kalian berhenti, mengerti? Cuma pengen tahu kenapa kalian mau bunuh si Kancil?’
“Loho hosopo korotooko nohaaha. Torogoha koolohe!” Kata si Buaya Penerjemah kepada si Buaya Tua.
”Puah!” Si Buaya Tua meludah,
“Puah!” Si Buaya Penerjemah meludah.
”Raaau. Torodooo hura koomo sooh”
“Sok manusia kau ini, pake tanya segala?” Kata si Buaya Penerjemah
“Bukan begitu..”
Si Buaya Tua berkata kepada si Buaya Penerjemah lalau kata si Buaya Penerjemah kepada si Kancil:
“Sudah diam! Baik aku jelaskan dengan singkat, supaya lekas kau bisa pergi, kecuali kau benar-benar mau kami jadikan makanan penutup! Hai Kafibara makanan favorit Anakonda, Ini dia si Kancil itu. Dia mau coba tipu kami untuk menyebrang. Dia mau tiru akal bapaknya. Tapi, demi suara jelek Keledai, kami tak akan lagi bisa tertipu!”
“Oh itu,” kata si Kafibara,”Hei Kancil, kenapa pula kamu mau tipu mereka?”
“Kafibara! Goro soohoho loha si Kancil horso dogo” Kata si Buaya Tua
“Kafibara!! Lekas kau pergi katanya, biar kami santap si Kancil ini,” Salah seekor buaya bergerak maju. Si Kancil berlari ke balik tubuh Kafibara.
“Sabar, sabar, coba belajar untuk tidak mengedepankan emosi!”
“Aaah. Laha norosoho gore roherdo”
“Aaah. Binatang selalu mengedepankan emosi, Wahai kafibara!”
“Seenak apa pun makanan, apa nikmatnya jika kau makan sambil marah. Tenang!” kata si Kafibara, lalu lanjutnya kepada si Kancil, ”Kancil, engkau ini lagi, kenapa harus bilang punya daging sapi padahal tidak? Apa kata anak-anak manusia nanti kalau mereka tahu ternyata tokoh dongeng teladannya berbohong dan melakukan kelicikan demi meraih kemenangan pribadi?” Si Kancil diam saja. Lalu menangis. “Nah, Buaya, kalian sudah menjawab pertanyaanku, sekarang terserah kalian mau kau apakan si Kancil, tapi boleh aku minta waktu sebentar? Aku ingin menawarkan sesuatu pada kalian”
Si Buaya Penerjemah menerjemahkan kata-kata si Kafibara kepada si Buaya Tua
“Apalagi? katanya”
“Aku ingin menebus si Kancil ini dengan bison-bison gemuk yang sedang merumput di seberang sana”
“Roha goro dohookoo lohosa, bison-bison dohe hota!” kata si Buaya penerjemah kepada teman-temannya. Lalu para buaya pun menengok ke arah bison-bison yang sedang berkumpul merumput.
“Bagaimana? Tapi terserah kalian lah. Kalian bisa mendiskusikannya lebih dahulu. Mudah-mudahan aku termasuk orang yang sabar menunggu keputusan kalian”
Buaya Penerjemah menerjemahkannya kepada Buaya Tua dan kepada yang lainnya yang kini sudah berkumpul dekat Buaya Tua. Ada banyak suara saling memberi pendapat di antara mereka. Cukup lama, tapi kemudian si Buaya Tua dan Buaya Penerjemah mendekati Kafibara. Buaya Penerjemah berkata: ”Wahai Kafibara, ambillah si Kancil itu bersamamu!
“Sip!”
“Sekarang, bagaimana cara kami mendapatkan bison-bison itu?”
“Terimakasih. Bolehkah kalian bergeser, biar aku mau menyebrang ke sana”
“Apa kau bisa menyebrang?”
“Tentu tidak. Tapi apa boleh buat, kalian sudah menjatuhkan pilihan sehingga aku berhutang bison-bison itu kepada kalian. Lagi pun kalau aku harus mati hanyut demi memenuhi janji, tentulah aku ini mati sebagai binatang terpandang!”
“Gore goro doho korooto?” Kata si Buaya penerjemah kepada Buaya Tua.
“Doorogo koroso hogo!”
“Biar kami bantu menyebrang!” Kata si Buaya Penerjemah kepada Kafibara
“Terimakasih banyak, kalian rekan bisnis yang baik, tapi si Kancil sudah milikku. Aku harus membawanya serta”
“Heh doro gohegohe sogohoko bison-bison gora?” kata si Buaya Tua kepada si Buaya Penerjemah.
“Sebentar, wahai Kafibara, bagaimana cara kau mendapatkan bison-bison itu?”
“Aku bisa bilang kepada mereka sungai ini aman dari buaya sehingga mereka segera berhamburan untuk minum”
“Doro gorokoo korosa dogo?”
“Bagaimana mereka percaya kepadamu, wahai Kafibara?”
“Aku bukan buaya!”
“Ya, benar” Sahut salah seekor buaya termuda yang ternyata bisa bahasa Kafibara sedikit-sedikit.
“Nah sesampainya mereka di sungai untuk minum, terserah kalian mau kau apakan!”
“Togoro kohootooro domoso hego. Soge rohoge!” Kata Buaya penerjemah kepada semua buaya!
“Setuju” Jawab para buaya.
Timur, Si Kancil dan Kafibara itu pun naiklah ke atas punggung buaya. Dibawanya mereka menyebrang.
“Nah panggillah mereka” kata Si Buaya Penerjemah ketika sudah sampai di seberang.
“Oke, sabar menanti” kata si Kafibara sambil meloncat bersama si Kancil. Si Kancil dan si Kafibara berlari ke arah tempat kaum bison merumput. Kafibara berkata kepada Si Kancil:
“Kancil, kamu pasti tahu aku tidak akan pernah menganjurkanl bison-bison ini untuk minum di tepi sungai,”
“Kenapa kamu boleh berbohong!”
“Tidak masalah denganku. Aku bukan Public Figure seperti kau”
“Tapi kenapa ayahku berhasil menipu mereka?” tanya si kancil.
“Dulu belum sampai kepada buaya pengetahuan,” kata si Kafibara.
Sementara itu para buaya sudah mulai kesal menunggu bison bergerak ke tepi sungai.
“Kafibara. Gore Horsuato suhar!” Teriak Pak Buaya
“Kafibara!!! kau berdusta!” Teriak Buaya penerjemah.
“Sudah aku sampaikan, tapi mereka tidak mau!” Teriak Kafibara dari balik kerumunan bison.
Buaya-Buaya itu dongkol. Buaya-buaya itu lapar dan mengangakan mulutnya. Buaya-buaya itu bergerombol di tepi sungai. Terus bergerombol sampai bisa kau lihat sekarang. Demikian Timur, dongengnya.


Demikianlah Info postingan berita Dongeng si buaya, kancil dan kafibara

terbaru yang sangat heboh ini Dongeng si buaya, kancil dan kafibara, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.

Anda sedang membaca posting tentang Dongeng si buaya, kancil dan kafibara dan berita ini url permalinknya adalah https://indodongeng.blogspot.com/2013/12/dongeng-si-buaya-kancil-dan-kafibara.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates: