Sejarah Nama Indonesia
Sejarah Nama Indonesia - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul Sejarah Nama Indonesia, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.
Judul Posting : Sejarah Nama Indonesia
Link : Sejarah Nama Indonesia
Anda sedang membaca posting tentang Sejarah Nama Indonesia dan berita ini url permalinknya adalah https://indodongeng.blogspot.com/2014/01/sejarah-nama-indonesia.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.
Judul Posting : Sejarah Nama Indonesia
Link : Sejarah Nama Indonesia
Pada zaman purba, kepulauan tanah air disebut dengan aneka nama. Dalam catatan
bangsa Tionghoa kawasan kepulauan tanah air dinamai Nan-hai (Kepulauan Laut
Selatan). Berbagai catatan kuno bangsa India menamai kepulauan ini Dwipantara
(Kepulauan Tanah Seberang), nama yang diturunkan dari kata Sansekerta dwipa (pulau)
dan antara (luar, seberang). Kisah Ramayana karya pujangga Valmiki menceritakan
pencarian terhadap Sinta, istri Rama yang diculik Rahwana, sampai ke Suwarnadwipa
(Pulau Emas, yaitu Sumatra sekarang) yang terletak di Kepulauan Dwipantara.
Bangsa Arab menyebut tanah air kita Jaza'ir al-Jawi (Kepulauan Jawa). Nama Latin
untuk kemenyan adalah benzoe, berasal dari bahasa Arab luban jawi (kemenyan Jawa),
sebab para pedagang Arab memperoleh kemenyan dari batang pohon Styrax sumatrana
yang dahulu hanya tumbuh di Sumatra. Sampai hari ini jemaah haji kita masih sering
dipanggil "Jawa" oleh orang Arab. Bahkan orang Indonesia luar Jawa sekalipun. Dalam
bahasa Arab juga dikenal Samathrah (Sumatra), Sholibis (Sulawesi), Sundah (Sunda),
semua pulau itu dikenal sebagai kulluh Jawi (semuanya Jawa).
Bangsa-bangsa Eropa yang pertama kali datang beranggapan bahwa Asia hanya terdiri
dari Arab, Persia, India, dan Cina. Bagi mereka, daerah yang terbentang luas antara
Persia dan Cina semuanya adalah "Hindia". Semenanjung Asia Selatan mereka sebut
"Hindia Muka" dan daratan Asia Tenggara dinamai "Hindia Belakang". Sedangkan tanah
air memperoleh nama "Kepulauan Hindia" (Indische Archipel, Indian Archipelago,
l'Archipel Indien) atau "Hindia Timur" (Oost Indie, East Indies, Indes Orientales).
Nama lain yang juga dipakai adalah "Kepulauan Melayu" (Maleische Archipel, Malay
Archipelago, l'Archipel Malais).
Pada jaman penjajahan Belanda, nama resmi yang digunakan adalah Nederlandsch-
Indie (Hindia Belanda), sedangkan pemerintah pendudukan Jepang 1942-1945 memakai
istilah To-Indo (Hindia Timur).
Eduard Douwes Dekker (1820-1887), yang dikenal dengan nama samaran Multatuli,
pernah mengusulkan nama yang spesifik untuk menyebutkan kepulauan tanah air kita,
yaitu Insulinde, yang artinya juga "Kepulauan Hindia" (bahasa Latin insula berarti
pulau). Nama Insulinde ini kurang populer.
Nusantara
Pada tahun 1920-an, Ernest Francois Eugene Douwes Dekker (1879-1950), yang dikenal
sebagai Dr. Setiabudi (cucu dari adik Multatuli), memperkenalkan suatu nama untuk
tanah air kita yang tidak mengandung unsur kata "India". Nama itu tiada lain adalah
Nusantara, suatu istilah yang telah tenggelam berabad-abad lamanya. Setiabudi
mengambil nama itu dari Pararaton, naskah kuno zaman Majapahit yang ditemukan di
Bali pada akhir abad ke-19 lalu diterjemahkan oleh J.L.A. Brandes dan diterbitkan oleh
Nicholaas Johannes Krom pada tahun 1920.
Pengertian Nusantara yang diusulkan Setiabudi jauh berbeda dengan pengertian
nusantara zaman Majapahit. Pada masa Majapahit, Nusantara digunakan untuk
menyebutkan pulau-pulau di luar Jawa (antara dalam bahasa Sansekerta artinya luar,
seberang) sebagai lawan dari Jawadwipa (Pulau Jawa). Sumpah Palapa dari Gajah Mada
tertulis "Lamun huwus kalah nusantara, isun amukti palapa" (Jika telah kalah pulaupulau
seberang, barulah saya menikmati istirahat).
Oleh Dr. Setiabudi kata nusantara zaman Majapahit yang berkonotasi jahiliyah itu diberi
pengertian yang nasionalistis. Dengan mengambil kata Melayu asli antara, maka
Nusantara kini memiliki arti yang baru yaitu "nusa di antara dua benua dan dua samudra",
sehingga Jawa pun termasuk dalam definisi nusantara yang modern. Istilah nusantara dari
Setiabudi ini dengan cepat menjadi populer penggunaannya sebagai alternatif dari nama
Hindia Belanda.
Sampai hari ini istilah nusantara tetap dipakai untuk menyebutkan wilayah tanah air dari
Sabang sampai Merauke.
Nama Indonesia
Pada tahun 1847 di Singapura terbit sebuah majalah ilmiah tahunan, Journal of the
Indian Archipelago and Eastern Asia (JIAEA), yang dikelola oleh James Richardson
Logan (1819-1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas
Edinburgh. Kemudian pada tahun 1849 seorang ahli etnologi bangsa Inggris, George
Samuel Windsor Earl (1813-1865), menggabungkan diri sebagai redaksi majalah JIAEA.
Dalam JIAEA Volume IV tahun 1850, halaman 66-74, Earl menulis artikel On the
Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations.
Dalam artikelnya itu Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk
Kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive
name), sebab nama Hindia tidaklah tepat dan sering rancu dengan penyebutan India yang
lain. Earl mengajukan dua pilihan nama: Indunesia atau Malayunesia (nesos dalam
bahasa Yunani berarti pulau). Pada halaman 71 artikelnya itu tertulis:
"... the inhabitants of the Indian Archipelago or Malayan Archipelago would
become respectively Indunesians or Malayunesians".
Earl sendiri menyatakan memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada
Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia sangat tepat untuk ras Melayu,
sedangkan Indunesia bisa juga digunakan untuk Ceylon (Srilanka) dan Maldives
(Maladewa). Earl berpendapat juga bahwa bahasa Melayu dipakai di seluruh kepulauan
ini. Dalam tulisannya itu Earl memang menggunakan istilah Malayunesia dan tidak
memakai istilah Indunesia.
Dalam JIAEA Volume IV itu juga, halaman 252-347, James Richardson Logan menulis
artikel The Ethnology of the Indian Archipelago. Pada awal tulisannya, Logan pun
menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan tanah air kita, sebab istilah "Indian
Archipelago" terlalu panjang dan membingungkan. Logan memungut nama Indunesia
yang dibuang Earl, dan huruf u digantinya dengan huruf o agar ucapannya lebih baik.
Maka lahirlah istilah Indonesia.
Untuk pertama kalinya kata Indonesia muncul di dunia dengan tercetak pada halaman
254 dalam tulisan Logan:
"Mr. Earl suggests the ethnographical term Indunesian, but rejects it in favour of
Malayunesian. I prefer the purely geographical term Indonesia, which is merely a
shorter synonym for the Indian Islands or the Indian Archipelago".
Ketika mengusulkan nama "Indonesia" agaknya Logan tidak menyadari bahwa di
kemudian hari nama itu akan menjadi nama resmi. Sejak saat itu Logan secara konsisten
menggunakan nama "Indonesia" dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, dan lambat laun
pemakaian istilah ini menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi.
Pada tahun 1884 guru besar etnologi di Universitas Berlin yang bernama Adolf Bastian
(1826-1905) menerbitkan buku Indonesien oder die Inseln des Malayischen Archipel
sebanyak lima volume, yang memuat hasil penelitiannya ketika mengembara ke tanah air
pada tahun 1864 sampai 1880. Buku Bastian inilah yang memopulerkan istilah
"Indonesia" di kalangan sarjana Belanda, sehingga sempat timbul anggapan bahwa istilah
"Indonesia" itu ciptaan Bastian. Pendapat yang tidak benar itu, antara lain tercantum
dalam Encyclopedie van Nederlandsch-Indie tahun 1918. Padahal Bastian mengambil
istilah "Indonesia" itu dari tulisan-tulisan Logan.
Pribumi yang mula-mula menggunakan istilah "Indonesia" adalah Suwardi Suryaningrat
(Ki Hajar Dewantara). Ketika dibuang ke negeri Belanda tahun 1913 beliau mendirikan
sebuah biro pers dengan nama Indonesische Pers-bureau.
Nama indonesisch (Indonesia) juga diperkenalkan sebagai pengganti indisch (Hindia)
oleh Prof Cornelis van Vollenhoven (1917). Sejalan dengan itu, inlander (pribumi) diganti
dengan indonesi�r (orang Indonesia).
Politik
Pada dasawarsa 1920-an, nama "Indonesia" yang merupakan istilah ilmiah dalam
etnologi dan geografi itu diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan tanah air
kita, sehingga nama "Indonesia" akhirnya memiliki makna politis, yaitu identitas suatu
bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan. Akibatnya pemerintah Belanda mulai curiga
dan waspada terhadap pemakaian kata ciptaan Logan itu.
Pada tahun 1922 atas inisiatif Mohammad Hatta, seorang mahasiswa Handels
Hoogeschool (Sekolah Tinggi Ekonomi) di Rotterdam, organisasi pelajar dan mahasiswa
Hindia di Negeri Belanda (yang terbentuk tahun 1908 dengan nama Indische
Vereeniging) berubah nama menjadi Indonesische Vereeniging atau Perhimpoenan
Indonesia. Majalah mereka, Hindia Poetra, berganti nama menjadi Indonesia Merdeka.
Bung Hatta menegaskan dalam tulisannya,:
"Negara Indonesia Merdeka yang akan datang (de toekomstige vrije Indonesische
staat) mustahil disebut "Hindia Belanda". Juga tidak "Hindia" saja, sebab dapat
menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli. Bagi kami nama Indonesia
menyatakan suatu tujuan politik (een politiek doel), karena melambangkan dan
mencita-citakan suatu tanah air di masa depan, dan untuk mewujudkannya tiap
orang Indonesia (Indonesier) akan berusaha dengan segala tenaga dan
kemampuannya."
Di tanah air Dr. Sutomo mendirikan Indonesische Studie Club pada tahun 1924. Tahun itu
juga Perserikatan Komunis Hindia berganti nama menjadi Partai Komunis Indonesia
(PKI). Pada tahun 1925 Jong Islamieten Bond membentuk kepanduan Nationaal
Indonesische Padvinderij (Natipij). Itulah tiga organisasi di tanah air yang mula-mula
menggunakan nama "Indonesia". Akhirnya nama "Indonesia" dinobatkan sebagai nama
tanah air, bangsa dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia tanggal 28
Oktober 1928, yang kini dikenal dengan sebutan Sumpah Pemuda.
Pada bulan Agustus 1939 tiga orang anggota Volksraad (Dewan Rakyat; parlemen Hindia
Belanda), Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo
Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada Pemerintah Hindia Belanda agar nama
"Indonesia" diresmikan sebagai pengganti nama "Nederlandsch-Indie". Tetapi Belanda
menolak mosi ini.
Dengan jatuhnya tanah air ke tangan Jepang pada tanggal 8 Maret 1942, lenyaplah nama
"Hindia Belanda". Lalu pada tanggal 17 Agustus 1945, lahirlah Republik Indonesia.
Demikianlah Info postingan berita Sejarah Nama Indonesia
terbaru yang sangat heboh ini Sejarah Nama Indonesia, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.
Anda sedang membaca posting tentang Sejarah Nama Indonesia dan berita ini url permalinknya adalah https://indodongeng.blogspot.com/2014/01/sejarah-nama-indonesia.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.