MENGANYAM KESABARAN

MENGANYAM KESABARAN - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul MENGANYAM KESABARAN, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.

Judul Posting : MENGANYAM KESABARAN
Link : MENGANYAM KESABARAN
"Kriiinnnggg!" Jam wekker di samping kepalaku berbunyi nyaring.  Reflek
kugerakkan tanganku memencet tombolnya. Hmmm, jam 4.45.
     Kulihat Aa sudah tidak ada di sampingku, aku bergerak menyalakan heater
dan bergerak menuju ruang sebelah.  Di sana kulihat Aa tertidur dengan pulasnya.
Dengan jaket tebal dan sarungnya.  Posisinya melingkar membuat tubuh Aa yang
jangkung tampak mengecil.  Aku tersenyum.  Rupanya Aa shalat malam tanpa membangunkan aku.  Terlihat terjemahan Al quran yg masih terbuka di samping kepala Aa.
Kututp perlahan terjemahan itu.  Kuberjongkok di samping tubuh Aa, tersenyum memandangi wajah Aa yang terlihat damai sekali.
     "A..Aa..!" Kuguncang-guncang bahu Aa pelan.  Aa menggeliat sebentar.  Tapi
seakan tidak peduli malah membalikkan posisi tubuhnya membelakangiku.  Kuulang
hal yang sama.  Aa belum mau bangun juga.  Kalau sudah begini, cuma ada satu cara yang ampuh. Usapan air!  Aku bergegas menuju dapur dan memutar kran lalu mencuci tanganku.  Siraman air dingin membuat sel-sel sarafku bereaksi seketika.
Rasa kantuk yang masih tersisa lenyap dibuatnya.
     Kuusapkan tanganku yang dingin pada wajah Aa.  Suamiku terbangun seketika
dan menatapku dengan wajah bangun tidurnya yang lucu.
     "Assalamu'alaikum! Sudah mau jam 5..."kataku memandang Aa sambil menahan
tawa.
     Aa bangkit dari tidurnya,"Hmm..gumamnya masih ogah-ogahan.
     "Dede wudhu dulu..awas jangan ketiduran lagi!"ancamku sambil beranjak ke
kamar mandi.
     Subuh itu seperti biasa kami selesai shalat berjamaah kami lewati dengan
tilawah Al Quran dan doa Matsurat.  Dan seperti biasanya tilawah Aa lebih panjang dari pada lama tilawahku.
     Aku beranjak menuju dapur untuk menyiapkan sarapan pagi dan mencuci pakai-
an.  Ketika aku memasukkan baju-baju kotor ke mesin cuci, ku dengar suara Aa:
     "De..!  Sudah nggak papa perutnya..?  Katanya mulas habis dari Rumah sakit 
kemarin.."
     "Nggak, udah nggak papa, kok."sahutku.  Kemarin memang hari di mana aku harus pergi ke ahli kandungan untuk memeriksakan diri secara rutin tiap bulan.
Sebelum memasukkan obat itu ke dalam tubuhku, dokter wanita yang ramah itu me-
ngingatkanku, bahwa pengobatan seperti ini memang menyakitkan.  Jadi aku bisa
menolaknya kalau tidak tahan.  Tapi kupikir-pikir toh sama saja sakit sekarang
atau nanti.  Maka kubilang pada dokter tersebut.
     "iie. Daijoubu desu. Yatte kudasai, onegaishimasu.(tidak apa-apa.  Tolong
laksanakan saja...)" Dokter Abe tertawa.
     "Gaman site, ne...(bersabar ya, kalau sakit..)"
     Dan benar saja.  Perutku terasa diperas-peras, kepalaku gelap.  Aku hampir
terjatuh ketika bangkit dari tempat tidur.
      "Sebentar akan saya telfonkan taksi untuk mengantar anda pulang ke rumah!"
Kata dokter Abe bergegas keluar.
      Aku berterimakasih padanya sambil menahan rasa mual yang tidak dapat kuceritakan rasanya.
     Sampai di rumah aku tak kuat bangun lagi.  Sehabis Ashar aku tak sempat
lagi membuat makan malam buat Aa.  Ketika Aa pulang, dan mendapatkanku sedang
tidur Aa sendiri yang memasak makan malam.  Alhamdulillah, Aa memang mengerti
keadaanku, walaupun sebenarnya tidak mengetahui kejadian yang sesungguhnya.
Tapi beliau tidak marah karena tidak ditemuinya makan malam di meja makan,
malah beliau berinisiatif sendiri untuk memasaknya.  Ya Allah terimakasih
karena telah Kau berikan seorang suami seperti Aa, kataku bersyuku dalam hati.
     "Hei!  Kok, bengong !" Aa mencolek bahuku.  Aku terkejut, agak malu ter-
tangkap basah dalam keadaan bengong.
     "Masak apa, De..? Mi goreng sajalah ya.  Kan mi goreng buatan Aa jaminan mutu.." Aa bergerak menuju wastafel dapur dan mulai membuka-buka kulkas.  Aku
mengangguk saja.  Mi goreng adalah masakan kebisaan Aa.  Dan harus diakui kadang-kadang rasanya jauh lebih enak dari buatanku. 
     Pagi itu kami sarapan pagi dengan mi goreng dan sup miso ala Aa.  Sedap
karena Aa menambah rasanya dengan keikhlasan... Dan seperti biasa kami berpisah
di dekat stasiun.  Aku ke kiri menuju kampusku yang telah berdiri di sana,
sedang Aa ke kanan, ke arah stasiun karena Aa harus ke kampus dengan kereta lis-
trik.
     "Nggak papa, De..? Kuat kuliah..?"tanya Aa lagi sebelum berpisah.
     "Insya Allah nggak papa...Lagian cuma sebentar hari ini, seminar saja.
Kan giliran Dede yang harus presentasi.."jawabku berusaha menghilangkan kekhawa-
tiran Aa.
     "Yah, sudah kalau nggak papa.  Hati-hati, ya..Assalamu'alaikum!"
     Aku mencium tangan Aa dan membalas salamnya.  Kutunggu sampai tubuh jangkung Aa hilang di pintu stasiun.

     Aku dan Aa berselisih dua tahun.  Kami menikah ketika aku tahun ketiga,
dan Aa sedang dalam proses menyelesaikan skripsinya.  Kami berada di fakultas
yang sama, FMIPA, walau berbeda jurusan.  Aku kimia, sedang Aa fisika.
Alhamdulillah, Allah menjawab doa-doa kami, dengan memberikan cinta dan kasih
sayangNya pada hati-hati kami.  Walau kami tidak berpacaran seperti yang biasa
dilakukan orang-orang pada umunya, ternyata kami bisa cocok dan saling memahami
hingga usia perkawinan kami menjelang tahun ke enam sekarang, tak ada percecokan
yang sampai mengguncang bahtera yang kami layari.  Kalaupun ada
mungkin keinginan kami untuk mempunyai anak...Tidak, itu tak pernah mengguncangkan bahtera.  Bahkan boleh dibilang memperkuat ikatan tali hati kami.
     Ketika setelah dua tahun menikah Allah belum juga mempercayakan amanah itu
pada kami, aku sendiri masih tenang-tenang saja.  Aku memang tidak mempunyai
siklus bulanan yang teratur sebagaimana wanita normal.  Tetapi melihat keturunan
dari ibu dan bapak, keluargaku termasuk"subur".  Demikian pula Aa.  Sampai akhir
nya Aa pergi belajar ke Jepang ditugaskan lembaga yang selama ini memberi Aa beasiswa, dan aku menyusulnya satu tahun kemudian untuk menemani Aa setelah skripsi
ku yang sedikit berlarut-larut karena aku harus membagi waktuku sebagai seorang
istri dan mahasiswi, selesai disidangkan.
     Atas keinginanku yang disetujui oleh Aa, akhirnya kami berdua berkonsultasi
pada dokter ahli kandungan yangsekarang ini.  Kebetulan dan alhamdulillah sekali
beliau perempuan.. Dan setelah diteliti, ternyata benar dugaanku.  Aa normal,
akulah yang sakit.  Sehingga sejak satu setengah tahun lalu aku berobat secara
intensif. Walaupun belum tampak hasilnya hingga kini.  Namun atas dorongan semangat Aa, aku bisa terus sabar berusaha hingga kini.  Dan aku tahu,  Aa juga menunjangnya dengan doa-doa di sujudnya yang lama setelah shalat, sebagaimana yang juga aku lakukan.

Judul: "Menganyam Kesabaran"
Dari:  Ish
Tanggal:  Mon Jan 22

     Kesepian menunggu datangnya amanah itu bukannya tak pernah kami rasa-
kan, khususnya aku.  Tanpa aku katakan pada Aa apa yang aku rasakan, Aa se-
akan mengerti.  Sehingga ketika hari tahun ajaran baru universitas dimulai,
Aa menyarankan agar aku melanjutkan sekolah saja.  Di rumah sendiri bukannya
tak ada pekerjaan.  Pekerjaan menterjemahkan secara bebas artikel-artikel
bahasa Inggris dan kukirim ke redaksi-redaksi majalah, adalah pekerjaan 
yang sudah kumulai sejak aku masuk universitas.  Lalu kursus Bahasa Arab
gratis dengan beberapa teman, ibu-ibu dari Mesir seminggu sekali.  Dan
pelajaran bahasa Jepang secara autodidak yang aku lakukan melalui TV dan
majalah berbahasa Inggris_Jepang.  Belum lagi pekerjaan rumah tangga, yang
walaupun sebagian besar serba otomatis tetapi membutuhkan kesabaran untuk 
melawan kebosanan itu, juga menunggu.  Tetapi waktuku yang banyak sendirian di
rumah kadang-kadang membuat aku tak kuat melawan sepi.  Dan Aa mengerti benar
kecenderunganku tersebut.
     Dan akhirnya aku memilih masuk fakultas pendidikan, dan mengambil spesialisai psikologi pendidikan.  Karena aku melihat Jepang mapan dalam pendidikan
dasarnya.  Sedari dulu aku tergelitik untuk mengetahui "resep"nya.  Tanpa
pikir dua kali aku menyambut saran Aa.  Dan jadilah setahun yang lalu aku mahasiswi di universitas yang sama dengan tempat Aa sekarang.  Walaupun satu universitas
tempat kami berjauhan.  Dan kami memutuskan untuk pindah ke tempat yang sekarang.
     Hari-hari hanya berdua saja dengan Aa dari sisi lain kurasakan juga sebagai
anugerah Allah pada kami.  Karena belum disibukkan oleh anak, membuat aku lebih
punya banyak waktu memperhatikan Aa, berdiskusi banyak hal dengan Aa, dan lain-
lain yang kurasakan sangat mendekatkan aku dengan Aa.  Jalan-jalan pagi atau
sore sepanjang sungai kerap kami lakukan.  Dan ketika kami bertemu dengan pasangan suami istri yang berjalan-jalan bersama buah hati mereka, tanpa
sadar mata-mata kami memandang pada si kecil yang yang memandangiku dengan lucunya.  Dan seperti biasa, kalau tidak aku atau Aa akan berguman:"lucunya.."
"A, nanti anak kita lucu atau nggak, ya..?"
Atau: "De, mudah-mudahan anak kita juga lucunya kayak gitu.."Yang kuaminkan dalam diam.  Dan biasanya kami akan saling memandang dan tersenyum bersama.  Walau
bagaimanapun kami merindukan kehadiran amanah itu, ya Allah..
     
 
     Dan tibalah keajaiban itu, tepat empat bulan setelah itu, hawa dingin sisa-
sisa musim dingin masih tertinggal.  Bulan Februari akhir, beberapa hari sebelum
Ramadhan.  Aku menemui Dokter Abe seperti biasa.  Kali ini sambil membawa buku
catatan suhuku yang kuukur setiap hari.  Ada debar-debar harap karena
kulihat grafik suhu tersebut tidak menurun.  Tapi aku tak mau terlalu berharap.
Karena takut kecewa yang berlebihan, jika bukan berita baik yang kudapat.
Dan dengan perasaan sedikit tak tenang kutunggu hasil pemeriksaan urine.  Dan ku
dengar namaku dipanggil."Aya-san!"
     Kudapati dokter Abe dengan ekpresi ramah seperti biasa.
     "Duduklah,"katanya.  Aku duduk dihadapannya sambil harap-harap cemas.
     
Dan.."Omedetou gozaimasu..(selamat..)"aku mendengar kata-kata itu dengan kelegaan yang luar biasa, tetapi juga diiringi dengan tangis haruku yang naik ke kerong-kongan."Positif.."kata dokter Abe melanjutkan.
     Alhamdulillah, Alhamdulillahrabbil'alamin..Subhanallah...Ya Allah, Maha
Besar Engkau yang telah mengabulkan permintaan dan usaha hamba-hambaNya.  Aku
bertasbih dan bertahmid dalam hati, air mata bahagia yang kurasakan hangat
keluar tanpa mampu kutahan lagi.  Dokter Abe memandangku dengan senyumnya,
dan aku tahu dimatanya yang tersembunyi oleh kacamata itu ku dapati juga kaca-
kaca.
      "Domou arigatou gozaimasu.."kataku berterimakasih padaNya.
Dia menggeleng. "Bukan saya yang membuatnya demikian, tetapi Kamisama(Tuhan) lah
yang memberikannya.  Bukan begitu Aya-san?"  Aku mengangguk.  Alhamdulillah,
Segala puji bagi Engkau...
     Sesampainya di rumah, aku seperti mempunyai tambahan energi baru.  Aku
masuk soto ayam kesukaan Aa, kali ini tanpa pelit dengan daun sereh dan daun jeruk, biar sedikit istimewa.  Juga acar, sambel kecap, serta perkedel jagung.
Ketika dering telpon berbunyi, aku segera berlari mengangkatnya.  Pasti itu
Aa.  Benar saja...Sehabis menjawab salam Aa, tanpa memberi kesempatan Aa berbicara aku berkata:"A, cepet pulang!..."

     Dan hari-hari selanjutnya kurasakan lebih bergairah lagi.  Walau janin 
di perutku baru dua bulan, tapi aku yakin dia sudah merasakan apa yang aku
rasakan.  Buku-buku tentang pendidikan janin dalam rahim, cara merawat bayi,sam-
pai majalah tentang permasalahan bayi, yang dulu sempat kuletakkan jauh-jauh
dari penglijatanku kupindahkan dekat rak buku-buku kuliahku.  Uang tabungan
yang kusisihkan dari uang belanja kubelikan walkman.  Juga tak lupa aku
rajin menggaris-garis buku pedoman pendidikan anak dalam Islam dan kuingat-ingat
bagian yang pentingnya.  Kini hari-hari ku tak pernah kulewatkan tanpa
walkman yang memutar ayat-ayat Al-quran.  Juga hari-hari di rumah aku lewatkan
dengan "mengobrol" dengan janinku.  Sampai Aa iri, karena aku bisa merasakan
kehadiransi kecil lewat tubuhku, sedang Aa tidak.  Alhamdulillah, aku tidak
banyak mengidam dan merasakan mual.  Padahal aku khawatir juga, karena sampai
sekarang aku masih kuliah seperti biasa.  Hanya saja waktu membacaku kuhabiskan
sebagian besar di rumah, bukan di perpustakaan seperti biasanya. Karena di
rumah aku lebih punya waktu dan lebih bebas "bicara" dengan si kecil.
     Kali itu pemeriksaan kandunganku yang keenam.  Menurut hitungan dia sudah
empat bulan usianya.  Hari itu kuajak Aa juga.  Karena kata Dokter Abe kandungan
ku mungkin sudah bisa dideteksi oleh USG, maka beliau mengundang Aa juga untuk
ikut menyaksikannya. Akan tetapi, takdir Allah menentukan lain...
     "Aya -san, terakhir memeriksakan kandungan tiga minggu yang lalu, ya..?"
Dokter Abe bertanya memastikan setelah selesai memeriksaku.
     "Iya, sensei.."Aku mulai merasakan hal yang tidak enak menjalari hatiku.
     "Heemm, bisa tolong panggil suami anda..?"
     Dan aku berusaha tabah ketika mendengar penjelasan itu...
     Janinku tidak berkembang...Penyebabnya sendiri belum diketahui secara persis.  Karena pada pemeriksaan terakhir dia masih "hidup".  Aku harus mengeluarkannya agar tidak meracuni rahimku...Aa menggegam tanganku erat.  Kurasakan tubuhku
bergetar menahan tangis... Ya Allah..kutunggu kedatangannya selama 5 tahun lebih..Mengapa dia Kau panggil tanpa sempat kulihat wajah lucunya? Kenapa Kau panggil
dia tanpa sempat aku rasakan lembut kulitnya, indah bening matanya, dan tangisan
rewelnya.  Aa menggegam tanganku lebih erat lagisambil berucap pelan,
"Istighfar, Dede..Istighfar.."Ya, seakan mengerti apa yang bergalau di hatiku.



(Insya Allah dilanjutkan)

Judul: "Menganyam Kesabaran"(tamat)
Dari:  Ish
Tanggal:  Tue Jan 23

     Aku beristighfar dalam hati mencoba menghilangkan rasa penyesalanku
atas taqdir Allah.  Tidak, aku tidak boleh menyalahkan Allah atas cobaan-
Nya, seru sebuah bagian hatiku.  Tetapi kenapa Dia panggil anakku yang
sudah begitu lama kunantikan, tanpa memberiku kesempatan untuk jangankan
membelainya, bahkan merasakannya untuk lebih lama berdiam dalam perutku?
Seru bagian hatiku yang lain.  Ya Allah, ampuni aku.  Ya Allah, ampuni
aku...Akhirnya bagian hatiku yang bersih menyapu bagian hatiku yang ko-
tor.  Dan kutemukan diriku dalam keadaan tenang kembali.  Ku dengar Aa
berucap pelan "Innalillaahi wa inna ilaihi Raaji'uun.." Dan dengan tenang
menandatangani formulir operasi buatku.
     
     Empat hari aku di rumah sakit.  Aku tak merasakan perubahan yang berarti
pada tubuhku.  Tapi tidak demikian pada tubuhku.  Aku merasakan kesendirian
ketika kusadari "anakku" tak ada lagi dalam diriku.  Aa sendiri tak banyak
berbicara tentang masalah itu.  Aa tampak berusaha bersikap biasa.  Namun
aku tahu Aa menanggung kesedihan yang sama seperti yang kurasakan.
     Maghrib itu kami berjamaah seperti biasa.  Yang tidak biasa hanyalah
itu pertama kali kami shalat berjamaahan sejak kami, aku dan Aa, mengungsi
di rumah sakit.
     Pada rakaat yang kedua Aa membaca surat Al Baqoroh dari ayat 153.
Dan suara Aa bergetar ketika mencapai:
....
Walanabluwannakum bisyayi im minal khaufi wal juu'i wanaqshim minal amwaali
wal anfusi watstsamaraat.  Wabasyiri shabiriin

Alladziina idzaa ashabathum mushibah,
qoluu inna lillaahi wa inna ilaihi raji'uun..

Ulaika alaihim shalawaatum mir rabbihim warahmah.
Wa ulaaika humul muhtadun...
...

(...
Dan sungguh akan kami berikan cobaan kepada mu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa, dan buah-buahan.  Dan berikanlah berita gembira ke
pada orang-orang yang sabar,

yaitu orang-orang yang apabila ditimpa mushibah mereka berucap:
Innalillaahi wainna ilaihi raaji'unn.

mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan rahmat dari RabbNya, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk
...)

     Aku terisak di belakang Aa, mendengar teguran Allah yang lembut itu.
Betapaku rasakan Allah langsung menegur sekaligus menghiburku lewat ayat-ayat
tersebut.
     Selesai shalat, seperti biasanya Aa shalat rawatib ba'da maghrib ,
lalu berdzikir sebentar.  Tak lama kemudian membalikkan badannya ke arahku.
Aku menatap Aa.  Kutemui mata yang cekung dan kurang tidur, karena beberapa
hari ini Aa harus menjalani hidup antara rumah, rumah sakit, dan kampus,
untuk menungguiku di rumah sakit.  Kucium punggung tangan Aa seperti biasanya.
Aa tersenyum bijak dan mengelus kepalaku dengan tangan kirinya.
     "Innallaaha ma'ashshabiriin, De.."katanya serak.  Aa bukanlah tipe orang
yang mudah mengekspresikan emosinya lewat titik air mata.  Tapi kali ini,
kulihat mata cekung Aa dipenuhi oleh kata-kata.  Aku mengangguk pelan.
Kurasakan mataku memanas lagi, dan kurasakan pandanganku kabur karena genangan
air mata.  Aa tak melepaskan genggaman tanganku, digenggamnya erat-erat seolah
ingin berbagi kekuatan dengan ku.
     Ya Allah, jika Engkau masukkan kami ke dalam golongan orang-orang yang
Engkau berkati dan rahmati karena kesabaran kami menanggung cobaan, cobaan
yang tidak seberat yang dialami saudara-saudara seiman kami yang harus hidup
dalam ketakutan, kehilangan harta, bahkan nyawa dalam mempertahankan tanah
air Islam, maka bimbinglah kami terus untuk dapat terus menganyam benang-benang kesabaran kami, agar menjadi kuat dan kokh sehingga mampu menanggung cobaan
yang lebih berat lagi...

(selesai..)
Keterangan:
Aa               * bahasa sunda artinya sama dengan panggilan Mas(untuk orang Ja                   wa), atau Abang (untuk orang Betawi)
Dede             * bahasa Sunda, artinya sama dengan adi, jeng (atau apalah
                   panggilan sayang buat istri)
Miso             * semacam tauco Indonesia terbuat dari beras, kedelai, dan ga-
                   ram
Domou arigatou gozaimasu *terimakasih banyak
.....san         * cara orang Jepang memanggil lawan bicaranya


Demikianlah Info postingan berita MENGANYAM KESABARAN

terbaru yang sangat heboh ini MENGANYAM KESABARAN, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.

Anda sedang membaca posting tentang MENGANYAM KESABARAN dan berita ini url permalinknya adalah https://indodongeng.blogspot.com/2013/11/menganyam-kesabaran.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates: