SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM
SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.
Judul Posting : SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM
Link : SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM
Anda sedang membaca posting tentang SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM dan berita ini url permalinknya adalah https://indodongeng.blogspot.com/2010/06/sunan-gresikmaulana-malik-ibrahim.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.
Judul Posting : SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM
Link : SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM
SATRIA MEGA PETHAK
Siang yang terik. Matahari memanggang bumi yang gersang di desa Tanggulangin. Dari ujung desa nampak serombongan orang berkuda bersorak-sorai meneriakkan kata-kata kasar dan kotor. Mereka memacu kudanya dengan kecepatan tinggi. Penduduk desa, terutama wanita dan anak-anak yang berada di luar rumah, langsung berteriak ketakutan dan masuk ke dalam rumah masing-masing ketika melihat gerombolan orang berkuda itu memasuki jalanan desa.
Gerombolan orang berkuda itu ada sekitar dua puluh orang, terus memacu kudanya hingga ketengah-tengah perkampungan penduduk.Dua orang berada di barisan terdepan mengangkat tangannya tinggi-tinggi sebagai pertanda agar mereka yang dibelakangnya berhenti.
Agaknya dua orang yang berada paling depan itu adalah pemimpinnya. Yang pertama tubuhnya tinggi besar, berewokan, ada membawa tanda tentara kerajaandi dadanya namun tanda itu dikenakan enaknya saja tanpa mengindahkan aturan satuan pasukan. Yang seorang lagi bertubuh sedang bahkan agak kurus, namun pakaiannyalebih bersih dan rapi. Hanya saja pakaian yang dikenakannya adalah pakaian biasa pakaian para petani perdesaan.
Delapan belas orang di belakang lebih parah lagi. Potongan mereka memang seperti prajurit kerajaan, tapi cara berpakaian mereka sudah tidak keruan.
“Hai penduduk Tanggulangin!” teriak si tinggi besar dan berewokan dengan kerasnya.” Aku Julung Pujud ! Kuperintahkan kalian menyerahkan harta benda yang kalian punyai di pelataran rumah masing-masing. Jika tidak ! Seluruh desa ini akan kuratakan dengan tanah, kubakar habis rumah kalian !” Tak ada reaksi maupun jawaban. Rumahparapenduduktetaptertutuprapat.Tak seorang pun berani menampakkan diri.
Wajahsipenunggangkudaberpakaianpetaninampakmurungmendengarucapan orang yang menyebut dirinya Julung Pujud itu. Namun dia hanya dapat menghela nafas panjang.
“Sampai kapan ini akan berlangsung ……….?” Gumannya lirih. Sebenarnya aku sudah muak melakukannya.”
“Hei, Tekuk Panjalin ! “Tegur Julung Pujud.” Kau barusan bicara apa ?”
“Tidak apa-apa, “Sahut Tekuk Panjalin.” Tak usah dihiraukan.
“Jangan macam-macam,” tukas Julung Pujud.” Kita harus melakukannya. Terus melakukannya hingga harta kita terkumpul banyak dan nantinya dapat kita gunakan untuk bersenang-senang hingga tujuh turunan .”
Orang yang disebut Tekuk Panjalin hanya berdiam diri. Beberapa saat kemudian,
karena tak ada jawaban dari penduduk setempat. Wajah Julung Pujud nampak merah padam. “Kurang ajar !” Bentaknya marah.” Di desa manapun orang akan membungkuk bungkuk dan menyembah kakiku jika mendengar namaku disebut. Tapi kalian penduduk Tanggulangin tidak memandangku sebelah mata. Baik ! Kalian memang perlu diberi pelajaran!”
Ia menoleh kepada anak buah yang berada di belakangnya.
“Nyalakan obor !” Perintahnya. “Bakar semua rumah desa ini !”
Beberapa orang segera turun dari kuda untuk menyalakan obor yang sudah mereka siapkan. Lalu naik lagi ke atas kuda beberapa rekannya yang lain tinggal menyahutkan api pada obor itu. Dalam tempo singkat tiga belas orang itu sudah memegang obor menyala di tangan kanan. Sementara tangan kirinya tetap memegang kendali kuda. Kini mereka mulai mendekati rumah-rumah penduduk. Siap menyulutkan api ke dinding-dinding rumah yang terbuat dari kayu dan beratapkan ilalang. Sepasang mata Julung Pujud tiba-tiba menatap lurus ke arah sebuah bangunan aneh. Sebuah rumah terbuat dari dinding kayu beratapkan genteng. Nampaknya baru saja didirikan di sebelah barat pusat perkampungan. Sepasang matanya yang tajam dapat melihat sekelompok orang sedang duduk bersila dengan mulut komat kamit. Julung Pujud segera mendekati bangunan baru itu. Sepertinya Sanggar Pemujaan. Tapi makin dekat hatinya makin yakin jika bangunan itu bukan tempat beribadahnya orang-orang beragama Hindu maupun Budha. Tepat pada saat itu orang yang duduk di bagian paling depan mengorak sila, berdiri dan mengajak orang-orang yang berada di belakangnya untuk keluar menemui Julung Pujud.
“Hoooo ! Jadi kalian berkumpul dan bersembunyi di tempat ini. Apa yang kalian rundingkan. Mau melawanku ?” tanya Julung Pujud dengan suara mengejek. Seorang pemuda berusia dua puluh lima tahun maju menghampiri Julung Pujud yang
masih duduk di atas kudanya. Wajahnya bersih bercahaya. Kepalanya dibungkus dengan kain putih hingga sebagian rambutnya tak kelihatan kecuali di dekat pelipis dan telinga.
“Ki Julung Pujud !” tegur pemuda itu dengan suara mantap.” Sudah lama kudengar nama dan sepak terjangmu ! Sungguh sangat kebetulan sekali sekarang dapat bertemu denganmu. Mana anak buahmu ?” Julung Pujud mendelik. Hampir saja sepasang matanya meloncat keluar saking marahnya. Baru kali ini ada seorang penduduk berani berkata seperti kepada dirinya.
Biasanya mereka tak berani menatap wajahnya, menunduk bahkan menyembah-nyembah. “Edan ! Gila !” umpatnya keras-keras.“Lancang sekali mulutmu anak muda. Sudah bosan hidup rupanya. Katakan kaukah yang mengumpulkan para penduduk untuk bersembunyi di tempat ini ?”
Pemuda itu malah menatap lekat kearah Julung Pujud. Lalu ganti ke arah lelaki di sampingnya yaitu Tekuk Penjalin yang lebih suka berdiam diri dan nampaknya lebih tenang. Tak ada rasa takut maupun gentar. Julung Pujud benar-benar merasa dilecehkan. Ki Julung Pujud ! Sebagian orang memang takut kepadamu. Terutama wanita yang lemah dan anak-anak. Tetapi tadi kami berkumpul di surau bukannya bersembunyi. Melainkan sedang mengerjakan shalat dhuhur !” jawab pemuda tampan itu. Julung Pujud menoleh ke arah Tekuk Penjalin yang tetap berdiam diri namun sepasang matanya menatap tajam-tajam ke arah si pemuda.
“Hem, akhirnya kita ketemu macan juga rupanya, “Guman Tekuk Penjalin lirih.
“Macan ?” tukas Julung Pujud. “Masih perlu dibuktikan lagi, apakah dia seekor macan atau sekedar kucing buduk dan anjing kurap yang biasanya Cuma mengonggong !”
“Buktikanlah ! sahut Tekuk Penjalin tanpa basa basi.
“Baik, panggil anak buah kita supaya dapat menyaksikan bagaimana caranya aku menggebukanjing muda-muda ini supaya lari terkaing-kaing !” kata Julung Pujud sembari melompat dari atas kuda dan langsung hinggap di hadapan si pemuda tampan. Tekuk Penjalin memutar kudanya dan segera memacu ke arah anak buahnya yang sudah bersiap-siap hendak membakar rumah-rumah penduduk. “Cepat berkumpul. Buang obor kalian ! Kita bakal menyaksikan pertandingan menarik!” teriak Tekuk Penkalin begitu melihat anak buahnya.
Maka delapan belas orang berkuda itu segera mengikuti langkah kaki kuda Tekuk
Penjalin untuk menuju ke tempat Julung Pujud sedang berhadapan dengan si pemuda tampan.
“Anak muda !” hardik Julung Pujud.” Sebelum nyawamu lepas dari badan. Katakan
siapa namamu supaya orang-orangku mengetahui bahwa pernah ada seorang anak muda
berani coba-coba melawanku, dan akhirnya bernasib sial !”
“Namaku Ghafur ! Tetapi lidah orang-orang jawa memanggilku Gapur. Kuperingatkan
kepadamu, tinggalkan dunia kejahatan, jadilah orang baik-baik sebelum terlambat !”
“Hoo! Jadi namamu Kapur ?” ejek Julung Pujud” Pantas wajah dan kulitmu putih
seperti mayat. Dan memang kau akan segera jadi mayat !”
Tepat pada saat itu Tekuk Penjalin datang bersama tiga belas orang anak buahnya.
“Hem,” ujar Tekuk Penjalin. “Jadi kaupun ikut-ikutan jadi anjing, Pujud ? Apakah kaupun
hanya akan mengajak anak muda itu untuk saling mengonggong ?”
Julung Pujud melirik ke arah Tekuk Penjalin dengan hati mendongkol.
“Penjalin ! Aku hanya sekedar mengisi waktu untuk menunggu kedatanganmu !”
ujarnya pedas.
“Nah, mulai meraung lagi. Kenapa tidak lekas kau bikin modar anak muda itu ?” tukas
Tekuk Penjalin.
Sementara itu pemuda bernama Gafur segera melipat lengan bajunya yang panjang.
Agaknya pertarungan antaranya dengan Julung Pujud tak bias dihindarkan lagi.
‘sebenarnya aku paling benci menggunakan kekerasan. Tapi kepala kalian memang
kepala batu yang patut dipukul dengan tangan besi !” ujar Gafur.
“Hiaaaaat !” Tanpa basa basi lagi karena malu terus diejek Tekuk Penjalin, lelaki
berewokan itu menerjang maju ke arah Gafur. Sepasang tangannya membentuk cakar rajawali
di arahkan ke wajah Gafur yang putih bersih.
Semua orang, terutama para pendududk desa yang berdiri di belakang Gafur berteriak
kaget. Sebab Gafur sepertinya tak bereaksi, hanya diam saja, Seolah membiarkan Julung
Pujud menampar dan mencakar wajahnya begitu saja.
“Plak ! Dess !” ternyata tidak. Begitu jarak serangan tinggal sekilan (kurang lebih 10
cm) Gafur menangkis tangan yang hendak mencengkeram wajahnya bahkan langsung balik
mengirim serangan dengan menendang dada Julung Pujud.
Julung Pujud mengaduh kesakitan dengan tubuh terdorong ke belakang beberapa
langkah. Dadanya terasa bagai di hantam palu godam puluhan kilo. Benar-benar kecele.
Sudah diperhitungkan, melihat keberanian si pemuda tentulah Gafur itu mempunyai sedikit
kepandaian. Tapi sungguh tak disangkanya jika kepandaian ilmu silat si pemuda demikian
tingginya sehingga sekali gebrak dia dibikin mundur sempoyongan dengan dada ampek.
Tadinya ia berharap akan meringkus pemuda itu dengan sekali serangan saja. Itu sebabnya dia
langsung mengerahkan jurus Rajawali Sakti tingkat ke delapan belas. Dia ingin
mencengkeram dan langsung memutar leher Gafur, sekali pelintir putuslah nyawa pemuda itu.
Tapi siapa sangka keadaan jadi terbalik. Justru dia yang terkena tendangan telak.
Kini dengan wajah merah padam Julung Pujud langsung mencabut golok di
pinggangnya. Dan dengan teriakan mengguntur dia merangsak lagi ke depan. Menebaskan
goloknya ke arah perut Gafur. Namun dengan mudahnya pemuda itu berkelit ke sana kemari.
Semua serangan Julung Pujud hanya mengenai tempat kosong. Keringat dingin segera
membasahi wajahnya.Iamerasamaludanpenasaran .Tekuk Penjalin juga merasa terkejut.
Dia adalah seorang pendekar kawakan. Belum pernah dia melihat kecepatan gerak seorang
pesilat seperti Gafur.Iaterusmemperhatikancara-caraGafurmengelak dan balasmenyerang .
Akhirnyadiadapatmenyimpulkancirikhas dariilmusilatyangdimilikipemudaitu .
“Lembu Sekilan ………. ?” teriaknya agak ragu.
Julung Pujud yang mendengar teriakan Tekuk Penjalin terkejut sekali. Lembu Sekilan
adalah ilmu tingkat tinggi. Tak sembarang orang mampu mempelajari ilmu itu. Tapi Gafur
yang berusia semuda itu sudah menguasainya dengan baik. Sehingga setiap serangan yang
dilancarkan tidak akan pernah menyentuhnya. Selalu berjarak kurang dari sekilan dari
sasaran. Tiga puluh jurus telah berlalu. Selama ini Gafur lebih banyak mengalah. Ia lebih
sering mengelak atau menangkis, hanya sesekali balas menyerang dengan tenaga biasa.
Sementara Julung Pujud sangat bernafsu merobohkan atau membunuh pemuda itu dengan
seluruh kemampuan yang ada. Ia telah mengerahkan semua ilmunya. Baik ilmu yang
dipelajarinya dari satuan pasukan elite Majapahit maupun ilmu kotor dengan jurus-jurus keji
yang penuh gerak tipuan. Semua itu ternyata tak mampu dipergunakan untuk menyentuh
tubuh Gafur.
“Dasar tak tahu diri !” tiba-tiba Tekuk Penjalin angkat bicara. “Kalau mau sebenarnya
sudah mampu mencabut nyawamu sejak tadi !”
Julung Pujud makin panas mendengar ejekan rekannya itu. Tekuk Penjalin memang
selalu jadi saingannya dalam segala hal. Ilmu mereka berimbang tapi Tekuk Penjalin nampak
lebih tenang dan penuh perhitungan. Tak gampang terbawa arus nafsu amarah yang merusak
segala pertimbangan akal sehat. Kini Julung Pujud menyerang Gafur dengan membabi buta.
Hingga suatu ketika Gafur merasa sudah saatnya memberikan pelajaran kepada pemimpin
gerombolan perampok itu.
“Trang ! Desss ! Desss !”
Saat itu Julung Pujud membacokan goloknya ke arah kepala Gafur. Gafur menangkis
dengan tangan kirinya. Semua orang terkejut. Mengira tangan Gafur yang bakal putus dibabat
golok itu. Ternyata justru golok itulah yang patah menjadi dua. Dan sebelum hilang rasa
terkejutnya, Julung Pujud tahu-tahu merasa perutnya kena tendangan teramat keras dari
sepasang kaki Gafur yang dilancarkan secara beruntun. Tubuh Julung Pujud terjungkal ke
belakang dengan terjembab ke tanah dengan keras sekali. Mulutnya mengeluarkan darah
segar. Nafasnya terengah-engah. Tiga belas anak buahnya hanya memandanginya dengan
bengong, tak tahu apa yang harus dilakukannya.
“Goblok !” umpatnya dengan nafas tersenggal. “Mengapa kalian diam saja. Cepat
serbu bangsat itu ! Bunuh dia !”
Delapan belas prajurit itu langsung turun dari kudanya masing-masing. Dengan
menghunus golok di tangan mereka menyerbu ke arah Gafur.
Namun puluhan penduduk yang tadinya hanya berdiri di belakang Gafur segera
mengambil senjata seadanya. Dan mereka segera menyerbu ke arah kawanan perampok yang
hendak mengeroyok Gafur.
Ternyata ada beberapa pemuda desa yang telah mempunyai kepandaian ilmu silat. Dan
cukup membuat kawanan rampok itu repot meladeni serangannya. Belum lagi puluhan
penduduk yang menyerang dengan nekad dengan senjata parang, golok, tombak, cangkul,
tongkat penumbuk padi, lemparan batu dan sebagainya.
Selama menjarah desa puluhan kali belum pernah kawanan rampok itu mendapat
perlawanan sesengit ini. Biasanya para penduduk desa sudah mengkeret begitu mendengar
gertakan mereka. Tak ada yang berani melawan.
Apa yang dikatakan Tekuk Penjalin bahwa mereka sedang bertemu dengan macan
rupanya benar-benar menjadi kenyataan. Seluruh penduduk desa Tanggulangin agaknya telah
berubah menjadi sekawanan harimau terluka. Siap menerkam siapa saja yang coba-coba
mengusik ketenangannya. Julung Pujud melangkah tertatih-tatih ketepian. Menjauhi
pertempuran. Mendekati kudanya yang ditambatkan pada sebatang pohon sawo. Sementara
delapan belas anak buahnya bertarung sengit dengan puluhan penduduk desa. Tekuk Penjalin
langsung meloncat ke depan Gafur.
“Senang sekali bertemu denganmu anak muda.” Katanya dengan wajah berseri-seri.
“Sudah lama sekali aku tak bertemu lawan tangguh yang dapat mengimbangi ilmuku.”
Habis berkata demikian dia langsung melancarkan serangan dari jarak jauh.
Serangkum hawa panas meluncur ke dada Gafur. Pemuda itu, sudah merasakan kesiuran
angin sebelum tenaga dalam yang dilancarkan Tekuk Penjalin mengenai tubuhnya. Cepat ia
membaca beberapa ayat Al-Qurán. Kedua telapak tangannya dibentangkan lebar-lebar untuk
menangkis.
“Wesssss .......... ! Hiaaaaat ! Tap !”
Cerdik sekali Tekuk Penjalin. Ia sudah menduga serangannya bakal membalik. Maka dia
meloncat tinggi-tinggi ke arah pohon mangga. Dan hinggap disalah satu dahannya. Gafur
memandangnya sejenak. Kemudian menoleh ke arah penduduk desa yang sedang bertempur
melawan kawanan perampok. Ia mengerutkan dahi.Buasdan brutalsangat cara para
perampokitubertempur.Beberapapendudukberhasildilukainya ,bahkanada limaorang
pendudukyangsudahrobohdi atastanahdenganlukaparahterbabatgolok .
“Aku tak bisa membiarkan ini terjadi.” Gumannya lirih. Lalu meloncat ke arah Tekuk
Penjalin yang masih tertengger diatas dahan pohon mangga.
Tampa diduga tiba-tiba Tekuk Penjalin menyambitkan sebuah daun ke arahnya. Gafur
berjumpalitan di udara beberapa kali untuk menghindari daun mangga yang meluncur bagai
sebatang anak panah.
“Tasss ! Jreppp !”
Gafur berhasil menghindari sembitan daun mangga yang telah diisi dengan tenaga
sakti. Daun itu mengenai batang pohon pisang di sebelahnya, tembus dan meluncur lagi ke
arah batang pohon kelapa.Amblas danmenancap dobatangpohonkelapaitu .
Gafurbergidikngeri.Bagaimanakahjikadaunitumengenaitubuhnya ?
Nalurinya berkata lawannya kali ini bukan sembarang orang. Melainkan lawan tangguh yang
mempunyai ilmu sangat tinggi. Ia sudah berhasil hinggap di salah satu dahan pohon mangga,
tepat diseberang Tekuk penjalin.
“Ki Tekuk Penjalin, andika seorang pendekar perkasa, “Tegur Gafur dengan sopan
sekali. “Mengapa harus berloncatan ke dahan pohon seperti tupai ? Mari kita tuntaskan
pertarungan ini di atas tanah.”
“Kau takut bertempur di atas pohon ? Ejek Tekuk Penjalin.
“Andika salah sangka. Saya hanya tidak mau merusak pohon ini tanpa suatu alasan
yang benar. Kasihan penduduk desa yang telah menanamnya dengan susah payah selama
puluhan tahun” ujar Gafur dengan suara datar.
Tekuk Penjalin melangak. Hanya sebatang pohon mangga. Pemuda itu demikian
menghargainya. Ia merasa malu karena selama bertahun - tahun membunuh dan
memperlakukan manusia bagaikan barang yang tidak berharga.
“Baiklah, kuturuti apa maumu !” kata Tekuk Penjalin sembari melayang turun.
Dengan ringan tubuhnya hinggap di atas tanah.
Gafur melakukan hal serupa. Bahkan gerakannya membuat Tekuk Penjalin tercekat.
Cepat bagai kilat namun indah bagaikan sehelai daun kuning jatuh ke tanah.
“Nah, majulah anak muda !” tantang Tekuk Penjalin.
Gafur memang bermaksud segera menyudahi pertempuran itu. Ia merasa kasihan pada
para penduduk desa yang terus menerus berjatuhan karena kalah pengalaman dibanding
kawanan perampok yang asalnya memang dari pasukan tempur kerajaan Majapahit.
Tampa basa basi lagi Gafur mengerahkan ilmunya. Ilmu silat yang berasal dari
Perguruan Al-Karomah. Tekuk Penjalin langsung roboh terjungkal ke tanah. Nafasnya
terengah-engah. Mulutnya mengeluarkan darah segar. Beberapa bagian tubuhnya nampak
matang biru.
Melihat kenyataan itu. Julung Pujud yang sudah naik ke atas punggung kuda menjadi
kecut hatinya. Ia menggiring kudanya secara diam-diam untuk menjauhi arena pertarungan.
Rupanya Julung Pujud bersiap-siap hendak melarikan diri jika ternyata pihaknya
menderita kekalahan.
“Ilmu setan ……….!” Desis Tekuk Penjalin dengan pandang mata penasaran.
“Andika keliru !” sahut Gafur sembari melangkah mendekati Tekuk Penjalin yang
terkapar tanpa dapat bangun lagi.” Kami bahkan sangat membenci ilmu setan. Ilmu yang
barusan kupergunakan tadi adalah ilmu Pencak Silat Karomah.”
“Kau berasal dari perguruan mana ?”
“Garawesi !” Sahut Gafur menoleh ke arah penduduk yang masih terus bertempur
dengan kawanan perampok.
Kemudian berpaling dan mendekati ke arah Tekuk Penjalin.
“Cepat perintahkan anak buahmu untuk menyerah !” Bentak Gafur dengan pandang
mata mencorong.
Tekuk Penjalin hanya diam saja. Gafur jadi gelisah. Ia melangkah makin dekat.
Sepasang kakinya berdiri di sisi tubuh Tekuk Penjalin yang terkapar.
“Jika kau tak mau perintahkan anak buahmu menyerah, maka sekali kuinjakkan
kakiku ke dadamu, pasti kau akan mati !” ancamnya tanpa main-main.
Tekuk Penjalin masih tak mau buka suara. Sepasang matanya memandang Gafur
dengan penuh penasaran. Rasanya dia masih belum percaya jika telah dirobohkan pemuda itu
hanya dalam tiga kali gebrakan. Benar-benar mustahil. Tapi kenyataan telah membuka
pandangan hidup bahwa seolah-olah di dunia ini tidak ada orang sakti selain dirinya.
“Cepat ! perintahkan anak buahmu untuk menyerah ! “ Ancam Gafur dengan hati
galau. Kini ia mengangkat tangannya tinggi-tinggi. Siap dihantamkan ke dada Tekuk Penjalin.
Tekuk Penjalin sendiri masih bungkam. Hatinya bergolak, “Bertahun-tahun aku
mengembara. Ingin bertemu dengan tokoh silat tingkat tinggi, kini tokoh itu ternyata hanya
seorang anak muda. Aku kecewa, daripada hidup menanggung malu, lebih baik aku mati
ditangannya.”
Tanpa diduga oleh Gafur, tiba-tiba Tekuk Penjalin menggerakkan mulutnya. Bukan
untuk memberi perintah agar anak buahnya menyerah. Melainkan justru meludahi wajah
Gafur yang hendak menginjak dadanya.
“Juhhhhh .......... !”
Gafur tak sempat mengelak. Ludah itu menempel di wajahnya. Seketika wajahnya
yang putih bersih berubah jadi merah padam pertanda marah.
Sepasang tangannya terkepal erat. Kaki kanannya bergetar hebat menahan amarah.
Sekali injak tentu ambrol dada Tekuk Penjalin. Melihat wajah Gafur yang merah membara itu
tergetarlah hati Tekuk Penjalin, bagaimanapun sebenarnya dia tidak rela mati begitu saja. Kini
lenyaplah kepongahan hatinya. Berubah jadi kecut dan ciut. Wajahnya seketika berubah jadi
pucat pasi.
“Kali ini tamatlah riwayatku .......”Desis Tekuk Penjalin melihat kaki kanan Gafur
diangkat tinggi-tinggi. Siap menggempur dadanya.
Tiba-tiba terjadilah keanehan. Gafur mengrungkan niatnya menghantam dada Tekuk
Penjalin dengan kakinya. Dia menarik kaki kanannya dan berdiri dengan sikap biasa.
Terdengar ia menyebut , “Astaghfirullah ..”
Wajahnya yang tadi merah pedam karena dialiri darah amarah yang menggelegak
mendadak berubah lagi jadi putih bersih. Perlahan dia membersihkan ludah Tekuk Penjalin
yang menempel di wajahnya.
“Mengapa ? mengapa aku tak jadi kau bunuh ?” tanya Tekuk Penjalin keheranan.
“Karena tadi kau telah membuatku marah !” jawab Gafur datar.
“Aku tidak boleh menghukum orang dalam keadaan marah. Itu termasuk dosa !”
“Kenapa berdosa ?” ujar Tekuk Penjalin masih penasaran.” Bukankah aku ini
perampok jahat yang pantas di bunuh ?”
“tadi .......... “kata Gafur.” Sebelum kau meludahiku dan sebelum aku marah. Aku
boleh membunuhmu karena niatku membunuhmu adalah untuk jihad fi sabilillah, memerangi
kejahatan. Tetapi setelah kau meludahi, maka hatiku jadi marah. Yang marah adalah aku
pribadi. Karena diri pribadiku tersinggung. Sedangkan aku tak boleh mencampur adukkan
antara kepentingan pribadi dengan niat berjuang di jalan Allah. Saat aku marah hatiku sudah
menyeleweng dari jalan Allah, jadi aku akan menanggung dosa besar jika membunuhmu atas
dasar kebencian pribadi. Bukan atas dasar perang di jalan Allah, yang sesuai dengan ajaran
agamaku !”
Tekuk Penjalin tertegun. Hatinya bergolak.
“Betapa luhur ajaran agamamu, apakah nama agama yang kau anut itu ?” tanya Tekuk
Penjalin.
“Islam !” jawab Gafur. “Islam artinya selamat. Siapa yang memeluk agama Islam akan
selamat hidupnya di dunia dan akhirat.”
“Aku ………. adalah bekas perwira Majapahit yang membelot dan menjadi pemimpin
rampok. Kejahatanku bertumpuk-tumpuk, apakah Tuhanmu masih mau mengampuniku ?”
tanya Tekuk Penjalin.
“Kenapa tidak ?” Sahut Gafur. “Misalkan dosamu setinggi gunung sepenuh langit dan
bumi. Namun kalau kau masuk agama Islam, dan bertobat secara sungguh-sungguh. Artinya
kita tidak akan mengulangi perbuatanmu yang jahat, menggantinya dengan perbuatan baik,
maka Tuhan akan mengampunimu. Dosa-dosa di masa lalu akan dihapus semua.”
“Benarkah begitu ?” sahut Tekuk Penjalin ragu.
“Akubicaraapaadanya.Dustaadalahsuatudosa !”sahutGafur .
Tiba-tibaTekukPenjalinberusahabangkituntukberdiri.Karena tubuhnya masih
lemah maka ia segera roboh lagi. Gafur cepat menyambarnya. Sementara itu, pertempuran
antara penduduk desa dengan kawanan perampok masih berlangsung seru. Tiba-tiba terdengar
bentakan yang membahana.
“Berhenti ! Hentikan pertempuran !”
Semua orang terkejut dan segera menghentikan pertempuran. Ternyata bentak itu
berasal dari Tekuk Penjalin.Dia berdiri tegak di samping Gafur. Gafur telah menolong Tekuk
Penjalin sehingga tubuhnya kembali segar bugar seperti semula.
“Dengarkan ! Mulai sekarang kutinggalkan dunia kejahatan. Aku tak mau lagi hidup
bergemilang dosa. Hari ini juga aku masuk agama Islam dam menjadi pengikut saudara Gafur
Satria Mega Pethak !”
Semua orang terkejut mendengar perkataan itu.Baikdarikalanganpendudukdesa
maupunparaperampokitusendiri . SementarabagiPulungPujuducapanTekukPenjalinitu
bagaikanpetirmenyambarditelinganya .Jika Tekuk Penjalin yang tadinya andalan
gerombolannya sudah menyeberang ke pihak lain, maka tamatlah riwayatnya.
Tekuk Penjalin menatap wajah seluruh anak buahnya.
“Kalian boleh pilih, tetap menjadi gerombolan perampok dengan risiko diburu petugas
pemerintah Majapahit dan dimusuhi seluruh rakyat atau hidup baik-baik, bertobat dan
membaur dengan masyarakat !”
Delapan belas perampok itu sekarang tinggal lima belas. Tiga rekannya telah mati di
tangan penduduk desa. Delapan orang langsung membuang senjatanya ditanah begitu
mendengar seruan Tekuk Penjalin.
Tujuh lainnya berlari ke arah kudanya masing-masing dan bergerak menuju Julung
Pujud. “Ki Tekuk Penjalin ! Tidak sudi kami mengikuti jejakmu. Biarkan kami menempuh
jalan kami sendiri !”
“Terserah kalian !” sahut Tekuk Penjalin.“Tapijangancoba-cobamengganggudesa
ini lagi. Bila itu kalian lakukan maka aku sendiri yang bakal membasmi kalian !”
“Ha ha ha ha .......... !” Julung Pujud tertawa keras. “Mari anak buahku yang jantan !”
kita tinggalkan Tekuk Penjalin yang telah menjadi banci !”
Julung Pujud mendahului memacu kudanya keluar desa. Diikuti tujuh orang anak
buahnya yang tidak mau menerima fitrah kebenaran abadi. Beberapa penduduk desa yang
masih merasa geram dan dendam segera menendang dan memukuli delapan perampok yang
telah menyerah, duduk bersimpuh di atas tanah tanpa mengadakan perlawanan sama sekali.
Gafur segera membentak ke arah penduduk desa, “Hentikan ! tidak pantas menyerang
orang yang sudah menyerahkan diri !”
“Mereka sudah membujuk teman-teman kami !” protes penduduk.
“Serahkan mereka padaku. Aku akan mengurusnya !” jawab Gafur dengan suara
berwibawa. Kemudian ia memberi isyarat kepada seluruh penduduk untuk berkumpul.
Ki Tekuk Penjalin dan anak buahnya duduk bersimpul di belakang Gafur, menghadap
ke arah penduduk desa yang segera berkumpul di hadapan Gafur.
“Sudah kalian saksikan sendiri, “Gafur membuka suara.” Muslim yang kuat lebih
disukai Allah. Dengan adanya kekuatan kita dapat mempertahankan diri dari pemaksaan
kehendak orang lain, itulah sebabnya para pemuda di desa ini kuajari ilmu pencak silat di
samping belajar ilmu agama !”
Demikianlah, secara panjang lebar Gafur memberikan bimbingan kepada penduduk
setempat untuk mengenal dan memperdalam agama Islam. Bukan hanya sekedar ceramah
saja. Melainkan dibuktikan dengan perbuatan nyata. Gafur adalah murid si Kakek Bantal yang
ditugaskan membina desa-desa tertinggal, dan masyarakat yang belum mengenal Islam. Dia
membantu para penduduk untuk meningkatkan taraf kehidupannya dengan cara membimbing
mereka bertanam padi dengan cara yang lebih baik. Dengan ilmu pengobatan yang dipelajari
dari gurunya ia juga telah banyak menolong para penduduk yang menderita sakit.
Penduduk setempat akhirnya menaruh simpati. Di saat itulah Gafur baru menawarkan
dan mengenalkan keindahan dan keluhuran agama Islam kepada mereka. Tekuk Penjalin dan
anak buahnya dibina di desa itu. Akhirnya mereka menjadi orang baik-baik dan menjadi
pelindungdesadarirongrongan paraperampok .
ItulahcaradakwahyangditempuholehGafuryangolehTekukPenjalindisebut
sebagaiSatriaMegaPethakatauSatriaAwanputih .Seputihhati dansebersihjiwapemuda
dalammenempuhperjalananhidupnya.
Gafursangattoleranterhadapkepentinganpribadi ,patuhterhadap ajaranagama .
Teguhmenjauhikemungkarandantiadahenti -hentinyamenegakkankebenaranyangdinodai
sekelompokorangtakbertanggungjawab.Gafur hanyalah salah satu di antara sekian banyak
murid Kakek Bantal yang tinggal di Garawesi atau Gresik. Lalu siapakah si Kakek Bantal itu.
“Ya, siapakah sebenarnya Guru saudara Gafur yang disebut Kakek Bantal itu ?” tanya
Tekuk Penjalin pada suatu hari.
Gafur tersenyum lalu menjawab, “Kakek Bantal adalah seorang ulama besar dari
Negeri Seberang. Beliau tinggal di Jawa, tepatnya di Gresik. Bantal artinya Bumi. Disebut
demikian karena beliau mampu membaur dengan penduduk setempat sehingga boleh
dikatakan sudah membumi dengan lingkungan dan masyarakat sekitar. Ada pula yang
mengatakan Bantal adalah bantal untuk alas tidur, sebab beliau sangat berilmu tinggi. Petuah
dan nasehatnya melegakan semua orang yang mendengarkannya sehingga hati dan jiwa
menjadi tenang, setenang saat mereka tidur nyenyak diatas bantal empuk.”
2. MENANTI TETES AIR
Sejak kematian Maha Patih Gajah Mada dan Prabu Hayam Wuruk, kerajaan Majapahit
mengalami kemunduran drastis. Berangsur-angsur kerajaan yang dahulu pernah dipersatukan
Gajah Mada, mulai memisahkan diri, baik secara terang-terangan maupun dengan sembunyisembunyi.
Namun demikian Majapahit masih merupakan kerajaan terbesar di Pulau Jawa.
Wibawanya masih terasa kuat di dunia luar, walaupun sesungguhnya dari dalam kerajaan itu
sudah sangat keropos. Perang saudara antara kerabat istana tiada henti-hentinya. Rakyat
menjadi korban. Kesengsaraan dan bahaya kelaparan melanda di mana-mana.
Kesetiaanparapembesar danbupatimulaimenipis .Banyakupetikerajaanyangtidak
sampaiketanganraja.Kejahatan melanda di mana-mana, banyak tindak kekerasan,
perampokan dan pencurian. Bahkan banyak satuan-satuan tentara kerajaan yang melepaskan
diri dan beralih profesi sebagai gerombolan perampok yang menjarah harta benda kaum
bangsawan dan rakyat jelata.
Karena tak ada jaminan stabilitas keamanan maka para penduduk merasa tak tenang
dalam mengolah lahan pertanian mereka. Akibatnya bahaya kelaparan melanda di manamana.
Ditambah adanya musim kemarau panjang di beberapa tempat, maka situasi jadi
semakin menggenaskan.
Di saat demikian sesekali si Kakek Bantal dan beberapa muridnya mengadakan
peninjauan langsung ke beberapa daerah. Ingin melihat sendiri keadaan dan nasib penduduk
setempat. Pada suatu hari Kakek Bantal dan lima orang muridnya sampai di sebuah desa yang
teramat gersang. Hampir tak ada pepohonan yang hidup. Tanah-tanah yang terinjak sangat
kering, tak ada rerumputan sama sekali.
Mereka terus berjalan hingga tiba di suatu tanah lapang yang cukup luas. Di tengahtengah
tanah lapang itu nampak puluhan penduduk sedang berkerumun. Mengelilingi dua
orang pemuda bertubuh kurus sedang berlaga. Dua orang pemuda itu hanya mengenakan
celana, tubuh bagian atasnya terbuka. Mereka saling memukulkan sebatang rotan ke
punggung masing-masing. Setiap pukulan nampaknya disertai tenaga yang sangat kuat
sehingga punggung yang terkena menjadi matang biru bahkan ada beberapa dari melintang
yang penuh darah.
Terus menerus kedua pemuda itu saling menghantamkan rotan ditangannya. Hingga
kedua punggung anak muda itu penuh luka yang melepuh. Beberapa lelaki yang
mengelilinginya menabuh gending untuk memberi semangat. Hingga pada akhirnya kedua
pemuda itu roboh ke tanah dalam keadaan pingsan.
Irama gending segera berhenti.
Seorang pendeta berpakaian kuning, yang agaknya menjadi ketua adat segera memberi
perintah untuk menyeret kedua pemuda itu keluar arena. Kemudian pendeta itu menuding ke
arah seorang gadis yang sedang dicekal kedua lengannya oleh dua orang lelaki bertubuh
kekar.
“Bawa kemari anak perawan itu !” Teriak sang pendeta.
Kedua lelaki bertubuh kekar menyeret si gadis ke tengah lingkaran menusia
berkerumun.Ditengah -tengahlingkaranituadabatualtarpersembahan .
“Jangan ! Jangan bunuh aku !” teriak gadis itu ketakutan. Dia berusaha berontak,
namun tenaganya kalah kuat dibanding ke dua lelaki bertubuh kekar yang mencekal dan
menyeretnya dengan paksa.
Si gadis yang sudah diberi pakaian putih segera dibaringkan di atas altar. Empat orang
lelaki memegangi kedua tangan dan kakinya yang dipentangkan. Gadis itu meronta-ronta
ketakutan. Kakek Bantal makin tertarik, ia kelima muridnya makin mendekati kerumunan
orang itu. Kini sang pendeta mengangkat tongkatnya tinggi-tinggi sembari mendongkak ke
atas langit.
“Wahai Dewa Hujan ! Terimalah perembahan kami ! Hentikan kemarau panjang ini.
Curahkan limpahan airmu ke bumi yang gersang ini !” Demikian teriaknya berkali-kali.
Si pendeta tua segera mendekati si gadis dengan senyum menyeringai. Ia
melemparkan tongkatnya lalu mencabut belati dari balik pinggangnya.
“Hai perawan suci, serahkan dirimu dengan rela kepada Dewa Hujan. Sederas darah
yang keluar dari jantungmu sederas itu pula hujan yang akan diturunkan oleh sang Dewa.
Pengorbanan mu tidak akan dilupakan oleh seluruh penduduk desa ini !”
“Jaj ...... jangan ...... ! Aku tidak mau ...... !” rintih si gadis cantik dengan tubuh
gemetar ketakutan.
“Diam !” bentak lelaki berwajah seram yang memegangi tangan si gadis.Wajah si
gadis langsung mengkeret, pucat pasi.
“Ayo kita mulai !” kata sang pendeta. Keempat lelaki yang memegangi sepasang
tangan dan kaki si gadis makin mempererat cekalannya. San pendeta mendekati altar
persembahan.
Ia mengangkat belati itu di atas dada si gadis. Tepat di atas jantungnya. Agaknya ia
hendak menikam jantung si gadis cantik dengan belati itu.
“Berhenti !” tiba-tiba terdengar seruan lembut namun jelas terdengar oleh semua
orang.
Kakek Bantal dan kelima orang muridnya menerobos kerumunan orang. Langsung
menghampiri si pendeta yang memegang belati, siap dihujamkan ke jantung si gadis.
“Untuk apa gadis ini dikorbankan ?” tanya Kakek Bantal.
“Kami mengharap turunnya hujan !” sahut sang Pendeta dengan nada ketus. Dia
sangat tidak suka atas kedatangan Kakek Bantal itu.
“Hujan ?” tanya Kakek Bantal. “Mengharap hujan dengan mengorbankan seorang
gadis gadis cantik ?”
“Ya, hanya dengan mengorbankan gadis itu kepada Dewa Hujan maka kami akan
mendapat air.” Sahut sang pendeta.
“Sudah berapa kali acara seperti ini dilakukan ?” tanya Kakek Bantal lagi.
Sang pendeta tidak segera menjawab. Dia tidak suka urusannya dicampuri orang lain.
Maka ia segera memberi isyarat agar kedua orang kaki tangannya yang bertubuh kekar untuk
mengusir Kakek Bantal.
Dua orang bertubuh kekar segera menghunus goloknya masing-masing lalu
menghampiri Kakek Bantal. Tanpa basa-basi mereka langsung mengayunkan goloknya untuk
membelah kepala Kakek Bantal.
Namun sungguh aneh. Saat keduanya mengangkat golok, tiba-tiba gerakannya
terhenti. Mereka berdiri kaku dengan golok di tangan sedang terangkat tinggi-tinggi. Sang
pendeta terbelalak menyaksikan hal itu.
Namun ia tak mau rencananya berantakan. Segera ditikamnya belati yang dipegangnya
ke jantung si gadis cantik. Namun ia berteriak kaget. Tangannya tak dapat digerakkan untuk
meluncurkan belati itu ke dada si gadis.
“Kau ...... ? Kau ...... ?” teriak sang pendeta sembari menuding ke arah Kakek Bantal.”
Mau apa kau mengganggu jalannya upacara ini ?”
Kakek Bantal dan kelima muridnya maju ke tengah arena.
“Maaf kisanak, sudah berapa kali kau korbankan gadis-gadis suci itu kepada Dewa
Hujan ?” tanya Kakek Bantal.
“Sudah dua kali !” jawab pendeta dengan sengit.
“Hem, dua kali, “ulang Kakek Bantal.” Jadi sudah dua jiwa melayang sia-sia !”
“Pengorbanan mereka tidak sia-sia, “Tukas pendeta tua.
“Apakah dengan mengorbankan kedua gadis tadi hujan sudah turun ke desa ini ?”
tanya Kakek Bantal.
Pendeta tua tidak segera menjawab, tetapi orang yang berkerumun tanpa dapat dicegah
lagi menjawab dengan serentak, “Belum ……“.
Wajah sang pendeta nampak jadi beringas mendengar jawaban orang-orang desa itu.
Dengan lantang ia berkata, “Hujan belum turun karena pengorbanan baru dilakukandua kali.
Dewa Hujan akan menerima pengorbanan yang dipersembahkan tiga kali. Barulah sesudah itu
hujan akan diturunkan !”
“Bagaimana jika pengorbanan dilakukan ketiga kalinya tetapi hujan belum turun juga?
Tanya Kakek Bantal.
Merah padam wajah sang pendeta. Dia memberi isyarat kepada dua lelaki kekar
dibelakangnya untuk meringkus Kakek Bantal yang dianggapnya sebagai pengacau.
Dua lelaki itu, yang agaknya adalah pengikut setia sang pendeta segera bergerak maju.
Mereka bermaksud menghajar Kakek Bantal hingga babak belur. Tapi sungguh aneh,
sepasang kaki mereka tiba-tiba terasa kejang tanpa ada sebabnya. Keduanya melolong
kesakitan sembari memegangi pahanya.
“Kau bermaksud menentang kami hai orang asing !” bentak pendeta tua.” Kau sengaja
mengganggu upacara kami !”
“Aku tidak bermaksud mengganggu. ujar Kakek Bantal. “Aku dan kelima muridku
bermaksud menolong orang-orang desa ini.”
“Puih !” pendeta tua meludah sambil bertolak pinggang.” Apa yang dapat kau berikan
kepada warga desa ini ?”
“Apa yang kalian inginkan dari kami ?” Kakek Bantal balik bertanya.
“Hujan !Kamimintahujan!”jawab parapendudukdesaserentak .
“Cuma hujan ?” ujar Kakek Bantal.
“Huh !” Dengus pendeta tua.” Lagak bicaramu seolah dunia ini berada dalam
genggamanmu ! Coba turunkan kalau kau bisa. Tapi ingat, jika kau gagal melakukannya
maka kami tak segan-segan akan membunuhmu, karena kau berani mengganggu upacara
kami !”
“Jika Allah mengijinkan maka hujan pun akan segera turun !” kata Kakek Bantal
dengan tenang.
“Allah ? Siapa Allah ?” tanya pendeta tua.” Mengapa minta ijin segala kepadanya ?”
“Allah adalah Tuhan yang menciptakan langit dan bumi beserta segala isinya.
Termasuk yang menciptakan kita semua,” Ujar Kakek Bantal.
“Sudah ! Jangan bicara ! Jika kau memang bisa menurunkan hujan cepat lakukan
saja!” bentak pendeta tua.
“Boleh saja, tapi dengan syarat, jika kami bisa menurunkan hujan aras ijin Allah, maka
kalian harus membebaskan gadis itu !” kata Kakek Bantal.
“Untuk apa ?” tukas pendeta tua.” Kedua orang tua gadis itu sudah mati. Dia tak punya
sanak kadang, sudah pantas jika dia terpilih sebagai persembahan untuk Dewa Hujan !”
Kakek Bantal menghadap ke arah kerumunan orang-orang desa, kemudian bertanya,
“Kalau kami dapat menurunkan hujan. Maukah kalian membebaskan gadis itu ?”
“Mauuuuu …… !” jawab orang-orang desa dengan serentak.
“Terima kasih,” jawab Kakek Bantal.” Dalam ajaran agama kami, seorang anak yang
ditinggal mati kedua orang tuanya disebut yatim piatu. Tidak boleh disia-siakan dan
ditelantarkan, melainkan harus disantuni dan diperhatikan nasibnya. Bukannya dikorbankan
kepada Dewa Hujan !”
Para penduduk desa nampak tercenung mendengar ucapan Kakek Bantal. Sementara
Kakek Bantal dan kelima muridnya yang selalu berusaha dalam keadaan suci (tak batal
wudhu’nya) segera melaksanakan shalat istisqo’ dan berdoá dengan khusyu’nya.
Tak berapa lama kemudian, langit tiba-tiba berubah menjadi hitam oleh mendung yang
berarak. Dan hujan turun dengan derasnya. Membasahi bumi yang kering kerontang.
Semua orang yang berkumpul langsung bersorak-sorai kegirangan. Hanya pendeta tua
dan keempat lelaki yang masih memegangi tangan dan kaki gadis yang berdiam diri dalam
keangkuhannya.
“Sihir ! Pasti kalian mempergunakan ilmu sihir, “teriak pendeta tua, “Hujan itu tidak
nyata, hanya khayalan saja !”
Kakek Bantal segera menghampiri pendeta tua sembari berkata, “Kisanak, sihir itu
terlarang bagi orang Islam. Kami tidak boleh mempelajarinya apalagi mengamalkannya.
Hujan ini adalah nyata rahmat dari Allah yang menciptakan langit dan bumi !”
Agaknya pendeta tua itu tak mau mengakui kenyataan yang ada. Dia memberi isyarat
kepada keempat anak buahnya yang memegangi si gadis cantik untuk melepaskannya dan
segera mengikuti langkahnya pergi meninggalkan desa itu.
Ketika hujan sudah reda, orang-orang yang bersorak sorai kegirangan segera
menjatuhkan diri berlutut di hadapan Kakek Bantal dan kelima muridnya. Termasuk si gadis
cantik yang hampir saja dikorbankan nyawanya oleh pendeta tua.
“Bangunlah Kisanak semua !” kata Kakek Bantal. “kalian tidak boleh bersujud kepada
sesama manusia. Hanya Tuhan Allah yang pantas kalian sembah dalam sujud.”
Setelah mendengar ucapan Kakek Bantal, semua orang segera bangkit untuk bersila,
salah seorang dari mereka yang nampaknya berusia lanjut berkata, “Kami sangat berterima
kasih kepada Tuan, karena Tuan telah menolong kami menurunkan hujan yang telah lama
kami tunggu-tunggu. Bolehkah kami minta diajarkan tata cara meminta hujan seperti tadi ?”
“Ya !” sahut penduduk lainnya. “Ajarkan kepada kami cara menurunkan hujan tanpa
mengorbankan manusia !”
Kakek Bantal tersenyum arif. Orang-orang desa itu telah manaruh simpati kepadanya.
Rasa simpati itulah modal utama untuk memperkenalkan ajaran Islam kepada mereka.
“Kalau kalian ingin diajari cara minta hujan seperti tadi,” kata Kakek Bantal. “Maka
kalian harus mengenal dan mempelajari dulu agama Islam. Maukah kalian ?”
“Mauuuuuu...... !jawab parapendudukdenganserentak .
Demikianlah,selamabeberapahariKakekBantaltinggal didesaitu .Membimbing
parapendudukdesauntukmempelajariagama Islamsesuaidengantingkatpemahaman
merekaselakuorangawam.
SelanjutnyaKakekBantalmeneruskanperjalananpulangkeGresik.Iatelah
menugaskanduaorangmuridnyayangahlidalammengolahlahanpertaniandanbangunan
untukmembimbingpendudukdesaitu.Sehinggaterbinalahimam dantarafhiduppenduduk
desaitu.
PadasetiapdesayangdilaluinyaKakekBantalselaluberbuatkebajikan.Jika
dipandangperluuntukmenempatkanmuridnyadidesayangdisinggahimakamuriditupun
ditugaskanuntukmembimbingpendudukdesayangdilaluinya.
3. SIAPA KAKEK BANTAL ?
JauhsebelumKakekBantaldatangkePulauJawa,sebenarnyasudahadamasyarakat
Islam di daerah-daerah pantai utara. Termasuk di desa Leran. Hal itu bisa dibuktikan dengan
adanya makam seorang wanita bernama Fatimah Binti Maimun yang meninggal pada tahun
475Hijriyyahataupadatahun 1082 M.
Bahkanpadatahun99 H, SriMaharajaSerindrawarman darikerajaanSriwijaya di
SumatratelahmasukIslam.Kemudianpada abadpertamaHijriyyah ,menurutK.H .Sirajuddin
Abbas, diPulauJawasudahadaseorang rajayangmasukagama IslamyaituRatu Sima.
MenurutdokumendisebutRatuSimon.Dalam dokumen itu disebutkan bahwa Rati Sima
adalah penguasa kerajaan Kalingga di Jepara Jawa Timur (mungkin dahulu wilayah Jawa
Timur, tetapi sekarang kota Jepara adalah daerah Jawa Tengah).
Seorang Khalifah Bani Umaiyah, pengganti Khalifah Sulaiman Bin Abdul Malik,
yaitu Khalifah Umar bin Abdul Aziz yang berkuasa dari tahun 99 – 101 H, pernah
berkorespondensidenganMaharajaJambi(Sriwijaya) danRatu Simatersebut .Kumpulan dari
surat-suratitumasihtersimpanbaikdiMusium GranadaSpanyolsampaisekarang .
Jadi,sebelum jamanWali Songo, Islamsudahada diPulauJawayaitudaerahJepara
danLeran .Tetapi Islampada masaitubelumberkembang secara besar-besaran.
KakekBantaldiperkirakandatangkeGresiktahun1404 M.Beliauberdakwah di
Gresikhinggaakhirwafatnyayaitupadatahun1419.
Padamasaitukerajaanyangberkuasa diJawaTimuradalahMajapahit . Raja dan
rakyatnyakebanyakanmasihberagamaHinduatauBudha.SebagaianrakyatGresiksudahada
yang beragama Islam tetapi masih banyak yang beragama Hindu. Atau bahkan tidak
beragama sama sekali.
Dalam berdakwah Kakek Bantal menggunakan cara yang bijaksana dan strategi yang
tepatberdasarkanajaran Al-Qurányaitu:
“HendaknyaengkauajakkejalanTuhanmudenganhikmah(kebijaksanaan) dan
denganpetunjuk-petuhjukyangbaiksertaajakanmerekaberdialoq(bertukarpikiran)
dengancarayangsebaik -baiknya. (QSAnNahl 125).
Adayangmenyebutkanbahwabeliauberasal dariTurki . Danpernahmengembara di
Gujaratsehinggabeliaucukupberpengalamanmenghadapiorang-orangHindudiPulauJawa .
GujaratadalahwilayahnegeriHindiayangkebanyakanpenduduknyaberagamaHindu.
Di Jawa, Kakek Bantal bukan hanya berhadapan dengan masyarakat Hindu, melainkan
juga harus bersabar terhadap mereka yang tak beragama maupun mereka yang terlanjur
mengikuti aliran sesat, juga meluruskan imam dari orang-orang Islam yang bercampur dengan
kegiatan Musyrik. Caranya : Beliau tidak langsung menentang kepercayaan mereka yang
salah itu melainkan mendekati mereka dengan penuh hikmah, beliau tunjukkan keindahan dan
ketinggian akhlak Islami sebagaimana ajaran Nabi Muhammad SAW.
Dari huruf-huruf Arab yang terdapat di batu nisannya dapat diketahui bahwa Syekh
Maulana Malik Ibrahim adalah si Kakek Bantal, penolong fakir miskin, yang dihormati para
pangeran dan para sultan ahli tata negara yang ulung, hal itu menunjukkan betapa hebat
perjuangan beliau terhadap masyarakat, bukan hanya pada kalangan atas melainkan juga pada
golongan rakyat bawah yaitu kaum fakir miskin.
Ayat-ayat Al-Qurán yang tertulis di batu nisannya terdiri dari :
Surat Al-Baqarah ayat 255, terjemahannya :
“Allah, tidak ada Tuhan malainkan Dia, yang hidup kekal lagi terus menerus
mengurus (makhluk-Nya), tidak mengantuk dan tidak tidur. Kepunyaan-Nya apa yang
di langit dan di bumi. Tiada yang dapat memberi syafaat di sisi Allah tanpa izin-Nya.
Allah mengetahui apa-apa yang ada di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan
mereka tidak mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-
Nya. Kursi (ilmu dan kekuasaan) Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak
merasa berat memelihara keduanya.DanAllahMahatinggi danMahabesar .”
SuratAliImranayat 185,terjemahannya :
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat
sajalah disempurnakan pahalamu, barang siapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan
ke dalam surga maka sesungguhnya ia beruntung. Kehidupan di dunia tidak lain
hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Surat Ar-Rahman ayat 25, 27, terjemahannya :
“Semua yang di bumi akan binasa. Dan tetap kekal wajah Tuhanmu yang mempunyai
kebesaran dan kemuliaan.”
Surat At-Taubah ayat 21, 22, terjemahannya :
“Tuhan mereka menggembirakan mereka dengan memberikan rahmat dari pada-Nya,
keridhaan dan surga. Mereka memperoleh di dalamnya kesenangan yang kekal,
mereka kekal di dalamnya selama-lamanya. Sesungguhnya di sisi Allah pahala yang
besar.”
Selanjutnya tertulis data siapa yang dimakamkan di kuburan itu. “Inilah makam Almarhum
Almaghfur, yang berharap rahmat Tuhan, kebanggaan para Pangeran, sendiri Sultan dan para
Menteri, penolong para fakir dan miskin, yang berbahagia lagi syahid, cemerlangnya simbol
negara dan agama, Malik Ibrahim yang terkenal dengan Kakek Bantal. Allah meliputinya
dengan Rahmat-Nya dan keridhaan-Nya, dan dimasukkan ke dalam surga. Telah wafat pada
hari senin 12 Rabiul Awwal tahun 822 H.”
Menurut literatur yang ada, beliau juga ahli pertanian dan ahli pengobatan. Sejak
beliau berada di Gresik hasil pertanian rakyat Gresik meningkat tajam. Dan orang-orang sakit
banyak yang di sembuhkannya dengan daun-daunan tertentu.
Sifatnya lemah lembut, welas asih dan ramah tamah kepada semua orang, baik sesama
muslim atau dengan non muslim membuatnya terkenal sebagai tokoh masyarakat yang
disegani dan dihormati. Kepribadiannya yang baik itulah yang menarik hati penduduk
setempat sehingga mereka berbondong-bondong masuk agama Islam dengan suka rela dam
menjadi pengikut beliau yang setia.
Sebagai misal, bila beliau menghadapi rakyat jelata yang pengetahuannya masih awam
sekali, beliau tidak menerangkan Islam secara njelimet. Kaum bawah tersebut dibimbing
untuk bisa mengolah tanah agar sawah dan ladang mereka dapat dipanen lebih banyak lagi,
sesudah itu mereka dianjurkan bersyukur kepada Yang Memberikan Rezeki, yaitu Allah
SWT.
Dikalangan rakyat jelata Syekh Maulana Malik Ibrahim sangat terkenal, terutama dari
kalangan kasta rendah. Sebagaimana diketahui agama Hindu membagi masyarakat menjadi
empat kasta; kasta Brahmana, Ksatria, Waisya dan Sudra. Dari keempat kasta tersebut kasta
Sudra adalah yang paling rendah dan sering ditindas oleh kasta-kasta yang jauh lebih tinggi.
Maka ketika Syekh Maulana Malik Ibrahim menerangkan kedudukan seorang di dalam Islam,
orang-orang Sudra dan Waisya banyak yang tertarik, Syekh Maulana Malik Ibrahim
menjelaskan bahwa dalam agama Islam semua manusia sama sederajat. Orang sudra boleh
saja bergaul dengan kalangan yang lebih atas, tidak dibeda-bedakan. Di hadapan Allah semua
manusia adalah sama, yang paling mulia di antara mereka hanyalah yang paling taqwa
kepadaNya.
Taqwa itu letaknya di hati, hati yang mengendalikan segala gerak kehidupan manusia
untuk berusaha sekuat-kuatnya mengerjakan segala perintah Allah dan menjauhi segala
larangannya. Dengan taqwa itulah manusia akan hidup berbahagia di dunia hingga di akhirat
kelak, orang yang bertaqwa, sekalipun dia dari kasta Sudra bisa jadi lebih mulia dari pada
mereka yang berkasta Ksatria dan Brahmana.
Mendengar keterangan ini, mereka yang berasal dari kasta Sudra dan Waisya merasa
lega, mereka merasa dibela dan dikembalikan haknya sebagai manusia utuh sehingga wajarlah
bila mereka berbondong-bondong masuk agama Islam dengan suka cita. Setelah pengikutnya
semakin banyak, beliau kemudian mendirikan masjid untuk beribadah bersama-sama dan
mengaji. Dalam membangun masjid ini beliau mendapat bantuan yang tidak sedikit dari Raja
Carmain.
Dan untuk mempersiapkan kader ummat yang nantinya dapat meneruskan perjuangan
menyebarkan Islam ke seluruh Tanah Jawa yang seluruh Nusantara maka beliau kemudian
mendirikan pesantren yang merupakan perguruan Islam. Tempat mendidik dan
menggembleng para santri sebagai calon mubaligh. Pendirian Pesantren yang pertama kali di
Nusantara itu diilhami oleh kebiasaan masyarakat Hindu yaitu para Biksu dan pendeta
Brahmanayangmendidikcantrikdancalonpemimpinagama dimandala -mandalamereka.
Inilah salah satu strategi para wali yang cukup jitu; orang Budha dan Hindu yang
mendirikan mandala-mandala untuk mendidik kader tidak dimusuhi secara frontal, melainkan
beliau-beliau itu mendirikan bentuk Pesantren yang mirip mandala-mandala milik kelompok
Hindu dan Budha tersebut untuk menjaring ummat. Dan ternyata hasilnya sungguh
memuaskan, dari pesantren Gresik kemudian muncul para mubaligh yang menyebar ke
seluruh Nusantara.
Tradisi Pesantren tersebut berlangsung hingga di jaman sekarang. Dimana para ulama
menggodok calon Mubaligh di pesantren yang diasuhnya.
Bila orang bertanya sesuatu masalah agama kepada beliau maka beliau tidak
menjawab dengan berbelit-belit melainkan di jawabnya dengan mudah dan gamblang sesuai
dengan pesan Nabi yang menganjurkan agama disiarkan dengan mudah, tidak dipersulit,
ummat harus dibuat gembira, tidak ditakut-takuti.
Seperti tersebut dalam buku History of Java karangan Sir Stamford Raffles; pada suatu
hari Syekh Maulana Malik Ibrahim ditanya : “Apakah yang dinamakan Allah itu ?”
Beliau tidak menjawab bahwa Allah itu adalah Tuhan yang memberi pahala sorga
hambaNya yang berbakti dan menyiksa sepedih-pedihnya bagi hamba yang membangkang
kepadaNya.”
Jawabnya cukup singkat dan jelas yaitu, “Allah adalah Zat yang diperlukan adaNya.”
Dua tahun sudah Syekh Maulana Malik Ibrahim berdakwah di Gresik, beliau tidak
hanya membimbing ummat untuk mengenal dan mendalami agama Islam, melainkan juga
memberikan pengarahan agar tingkat kehidupan rakyat Gresik menjadi lebih baik. Beliau pula
yang mempunyai gagasan mengalirkan air dari gunung untuk mengairi lahan pertanian
penduduk. Dengan adanya sistim pengairan yang baik ini lahan pertanian menjadi subur dan
hasil panen bertambah banyak, para petani menjadi makmur dan mereka dapat mengerjakan
ibadah dengan tenang.
Andai kata Syekh Maulana Malik Ibrahim tidak ikut membenahi dan meningkatkan
taraf hidup rakyat Gresik tentulah mereka sukar diajak beribadah dengan baik dan tenang.
Sebagaimana sabda nabi bahwa kafakiran menjurus pada kekafiran. Bagaimana mungkin bisa
beribadah dengan tenang jika sehari-hari disibukkan dengan urusan sesuap nasi. Inilah resep
yang harus ditiru.
Seorang imam surau, musholla atau masjid adalah pemimpin jamaahnya. Pada saat
imam mengucapkan, “Iya kana’budu waiyya kanasta’in, “KepadaMu kami menyembah dan
kepadaMu kami mohon pertolongan. Kemudian makmumnya mengaminkanya. Bisakah sang
imam atau pemimpin tadi menjamin bahwa makmumnya benar-benar hanya mengabdi,
menyembah dan mohon pertolongan hanya kepada Allah ?
Bagaimana jika shalat makmumnya tidak khusyu’? sebabnya tidak khusyu’ karena
masalah ekonomi. Apakah imam yang menjadi wakil makmum menghadapkan diri kepada
Tuhan itu bersiap masa bodoh dan tidak menghiraukan masalah ekonomi makmumnya.
Sehingga setiap kali memimpin shalat sang imam terus saja berbohong kepada Tuhannya
bahwa dia menyatakan siap mengabdi, menyembah hanya kepada Allah saja, tetapi makmum
atau orang yang dipimpinnya ternyata belum siap dikarenakan masalah duniawi. Itulah
sebabnya para Wali tidak hanya membimbing agama kepada ummatnya melainkan juga
berusaha meningkatkan taraf kehidupan ummatnya.
4. TAMU DARI NEGERI CERMAIN
Ada ganjalan di hati Syekh Maulana Malik Ibrahim, dia telah berhasil mengislamkan
sebagaian besar rakyat Gresik adalah bagian dari wilayah Majapahit. Kalau seluruh rakyat
sudah memeluk Islam sementara Raja Brawijaya penguasa Majapahit masih beragama Hindu
apakah di belakang hari tidak timbul ketegangan antara rakyat dengan rajanya.
Untuk menghindari hal itu maka Syekh Maulana Malik Ibrahim mempunyai rencana
mengajak Raja Brawijaya untuk masuk agama Islam.
Hal itu diutarakan kepada sahabatnya yaitu Raja Cermain. Ternyata Raja Cermain juga
mempunyai maksud serupa. Sudah lama Raja Cermain ingin mengajak Prabu Brawijaya
masuk agama Islam. Pada tahun 1321 M. Raja Cermain datang ke Gresik disertai putrinya
yang cantik rupawan. Putri Raja Cermain itu bernama Dewi Sari, tujuannya dalam misi
tersebut adalah untuk memberikan bimbingan kepada para putri istana Majapahit mengenal
agama Islam.
Bersama Syekh Maulana Malik Ibrahim rombongan dari negeri Cermain itu
menghadap Prabu Brawijaya. Usaha mereka ternyata gagal. Prabu Brawijaya bersikeras
mempertahankan agama lama dengan ucapan yang diplomatis. Bahwa dia bersedia masuk
Islam bila Dewi Sari bersedia dipersuntingnya sebagai istri. Dewi Sari menolak. Tidak ada
gunanya masuk Islam bila ditunggangi dengan kepentingan duniawi. Beragam seperti itu
hanya hanya akan merusak keagungan agama Islam.
Rombongan dari negeri Cermain lalu kembali ke Gresik. Mereka beristirahat di Leran
sembari menunggu selesainya perbaikan kapal untuk berlayar pulang. Sungguh sayang sekali,
selama beristirahat di Leran itu banyak anggota rombongan dari negeri Cermain yang
diserang wabah penyakit. Banyak diantara mereka yang tewas, termasuk Dewi Sari.
Kabar kematiannya Dewi Sari terdengar ke telinga Prabu Brawijaya.Raja yang
memangtertarikdanmerasajatuhcintakepadaDewiSariitukemudianmenyempatkandiri
besertaponggawakerajaankedesaLeran.Brawijaya sang rajaMajapahititumemerintahkan
kepadaparaponggawakerajaanuntukmenggalikuburdanmemakamkanDewiSaridengan
upacarakebesaran.DidesaLeranitulahDewiSaridikuburkan .
Setelah rombongan dari negeri Cermain meninggalkan pantai Leran maka Prabu
Brawijaya menyerahkan seluruh daerah Gresik kepada Syekh Maulana Malik Ibrahim untuk
diperintah sendiri dibawah kedaulatan Majapahit. Penyerahan daerah itu adalah siasat dari
sang Raja agar rakyat Gresik yang beragama Islam itu tidak memberontak kepada rajanya
yang masih beragama Hindu.
Amanat raja Majapahit itu diterima Syekh Maulana Malik Ibrahim denga suka rela.
Sesuai dengan ajaran Islam yang menganjurkan perdamaian walaupun dengan kafir zimmi
yaitu orang-orang bukan muslim yang mau hidup bersampingan dengan aman dalam satu
negara.
Demikianlah sekilas tentang Syekh Maulana Malik Ibrahim, seorang Wali yang
dianggap sebagai ayah dari Wali Sanga. Beliau wafat di Gresik pada tahun 882 H atau
1419M.
Demikianlah Info postingan berita SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM
terbaru yang sangat heboh ini SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.
Anda sedang membaca posting tentang SUNAN GRESIK/MAULANA MALIK IBRAHIM dan berita ini url permalinknya adalah https://indodongeng.blogspot.com/2010/06/sunan-gresikmaulana-malik-ibrahim.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.