Kisah Putri Huan Zhu

Kisah Putri Huan Zhu - Hallo semuanya Pembaca Berita, Pada postingan berita kali ini yang berjudul Kisah Putri Huan Zhu, telah di posting di blog ini dengan lengkap dari awal lagi sampai akhir. mudah-mudahan berita ini dapat membantu anda semuanya. Baiklah, ini dia berita terbaru nya.

Judul Posting : Kisah Putri Huan Zhu
Link : Kisah Putri Huan Zhu
Setelah ibunya meninggal dunia, Ce Wei dan pelayannya, Cin Shuo, berangkat menempuh perjalanan ratusan mil dari Chinan ke Beijing untuk mencari ayahnya, Kaisar Chien Lung. Untuk membuktikan dirinya putri Kaisar, Ce Wei dibekali beberapa benda peninggalan yang harus ditunjukkannya pada kaisar kelak. Namun usahanya menemui sang Kaisar selalu gagal hingga akhirnya ia terpaksa minta tolong sahabat baru sekaligus kakak angkatnya, Siao Yence, untuk menyelinap ke taman perburuan Kaisar dan menunjukkan benda-benda peninggalan itu pada Kaisar yaitu kipas dan lukisan peninggalan Ayahnya sebelum menjadi kaisar.
Siao Yence memang berhasil masuk ke Taman Perburuan dengan mempertaruhkan nyawanya. Ia bahkan berhasil menemui Kaisar dalam keadaan sekarat akibat terpanah oleh Pangeran Kelima. Tapi sayangnya, ia tak sempat mengatakan dirinya bukanlah putri sejati sang Kaisar yang berhak menyandang gelar Putri Huan Zhu, melainkan Cewei yang tengah menantikannya dengan gelisah di luar tembok istana.

Sepuluh hari Siao Yence, yang tanpa diketahuinya telah dinobatkan menjadi putri, berada di ambang kematian. Ketika tersadar, ia begitu terharu melihat Sang Kaisar yang dengan tangannya sendiri menyuapkan obat kepadanya, seorang gadis yatim piatu yang tidak pernah merasakan kasih sayang. Ia begitu terbuai sehingga memutuskan untuk ' meminjam ' ayah Ce Wei ini untuk beberapa hari saja, kemudian akan mengatakan hal yang sesungguhnya.

Namun, kebohongan itu semakin lama semakin rumit. Siao Yence telah terpuruk dalam dosa terbesar yang bisa dilakukannya dalam kolong langit ini ; membohongi Kaisar, walaupun ia tak sengaja melakukannya. Ditambah lagi dengan keberadaan Permaisuri yang membencinya, ia semakin tidak mungkin untuk mengungkapkan kebenaran pada sang Kaisar. Bahkan, ia telah menjadi putri kesayangan Kaisar dan dihadiahkan Paviliun Taman Shuofang ( Shuo Fang Cai ) yang indah.

Sementara Ce Wei yang panik dengan hilangnya Siao Yen Ce mendengar kabar baru yang benar-benar membuatnya shock. Dengan mata kepalanya sendiri, ia melihat Siao Yen Ce, yang kini adalah Putri Huan Zhu, diarak dalam tandu untuk penobatannya. Dalam keadaan histeris, ia menerobos kerumunan masyarakat dan berusaha memanggil Kaisar. Tapi ia malah dipukuli habis - habisan oleh para pengawal. Tepat sebelum kesadarannya hilang, Ce Wei merangkak ke hadapan Fu Er Kang, kepala pengawal yang menyertai tandu Kaisar dan melantunkan puisi Kaisar.

Er Kang sangat tersentuh, sekaligus juga curiga. Ia membawa Ce Wei dan Cin Shuo ke rumahnya untuk merawat luka-luka mereka, kemudian menyelidiki hal yang sesungguhnya. Pada saat yang bersamaan, Siao Yen Ce di istana mengungkapkan rahasianya pada Pangeran Kelima dan Er Tai, adik Er Kang.

Dengan bantuan Pangeran kelima dan kakak beradik Fu, Siao Yen Ce akhirnya berhasil menemui Ce Wei, dan memasukkan Ce Wei ke istana dengan menjadikannya sebagai dayang. Mereka tetap merahasiakan asal-usul Ce Wei yang sebenarnya. Kehadiran Ce Wei membantu Siao Yen Ce mempelajari banyak hal. Kepandaian dan kepribadiannya yang anggun langsung menarik perhatian Kaisar.

Permaisuri yang pendengki mencurigai kehadiran Ce Wei sebagai umpan Selir Ling dan keluarga Fu untuk memikat Kaisar.

Karenanya, ia mengirim utusan untuk menjemput Ce Wei, menanyainya dan menyiksanya habis-habisan agar mau mengakui tuduhan itu. Seluruh penghuni Shuo Fang Cai panik sampai Yung Chi dan Er Kang memutuskan menyelinap ke Istana Kunning ( Istana Permaisuri ) untuk menyelamatkan Ce Wei.

Kaisar Chien Lung mengadakan perjalanan ke luar istana dengan menyamar untuk mengetahui secara langsung keadaan rakyatnya. Ia didampingi Siao Yen Ce, Ce Wei, Pangeran Kelima, kakak beradik Fu dan hanya beberapa pengawal lainnya. Dalam perjalanan itu, Pangeran Kelima menyatakan cintanya pada Siao Yen Ce. Kaisar tiba-tiba diserang seseorang dan nyaris tewas, namun jiwanya diselamatkan Ce Wei dengan mengorbankan dirinya sendiri.

Sekembalinya ke istana, mereka mendapat tamu kehormatan kepala suku Tibet dan putrinya, Saiya. Untuk menjalin hubungan baik antara kedua negara, Putri Saiya akan dijodohkan dengan Pangeran Kelima, tapi Saiya malah menjatuhkan pilihannya pada Er Kang yang berhasil mengalahkannya dalam perlombaan Kungfu. Sedangkan Ce Wei akan diangkat menjadi selir karena telah berjasa.

Siao Yen Ce yang tidak peduli lagi akan keselamatan nyawanya, membeberkan semua rahasia yang selama ini mati-matian mereka simpan di hadapan Kaisar dan Permaisuri. Permaisuri yang merasa di atas angin memanfaatkan kebimbangan Kaisar dengan terus-menerus membuat kesalahan mereka tampak sangat berat di hadapan Kaisar dan memerintahkan agar Cewei dan Siao Yen Ce dipenjarakan untuk menunggu eksekusi.

Melihat tak ada harapan lagi, Pangeran Kelima dan kakak beradik Fu memutuskan mendobrak penjara dan melarikan kedua putri. Mereka telah merelakan semua kedudukan yang dimiliki dan siap untuk hidup sebagai buronan seumur hidup. Saat itulah, Ertai merelakan diri pulang kembali ke istana untuk menanggung seluruh kesalahan mereka dan menghadapi murka Kaisar.

Demi persahabatan, Siao Yen Ce, Ce Wei, Pangeran Kelima dan Er Kang memutuskan kembali bersama-sama Ertai yang telah menempuh setengah perjalanan kembalinya. Mereka percaya, dalam hati Kaisar masih ada maaf dan pengertian bagi mereka. Dan itulah yang mereka dapatkan.

Mengetahui semua upaya Permaisuri untuk mencelakakan kedua putri, Kaisar memerintahkan supaya ia dipenjarakan seumur hidup. Dalam keputusasaannya, Permaisuri memotong rambutnya, suatu hal yang dianggap sangat tabu dalam kalangan keluarga Manchuria.

Kaisar Chien Lung memerintahkan hukuman arak keliling kota bagi pasangan suami-istri yang pernah menyiksa Siao Yen Ce. Kedua putri juga diizinkan keluar istana secara resmi untuk menonton arak-arakan tersebut. Tentu saja Siao Yen Ce dan Ce Wei menyambut dengan antusias. Di tengah kerumunan masyarakat yang ikut menghukum pasangan penipu itu, mereka membantu membalaskan dendam Siao Yen Ce.

Di Hui Ping Lou, Siao Yen Ce dan sahabat-sahabatnya tertawa dan bercanda ria sampai mereka memperhatikan kehadiran seorang pemuda gagah yang membawa seruling dan sebilah pedang berharga di sebelah meja mereka. Lebih-lebih ketika pemuda itu kemudian melantunkan sebait puisi aneh sambil minum arak. Er Kang memimpin sahabat-sahabatnya untuk berkenalan dengan pemuda asing ini, tapi tidak memberitahu identitas asli mereka sebagai anggota keluarga kerajaan.

" Namaku Siou Jian. Siou bukan marga, tapi siou dari seruling ini. Jian juga bukan nama, tapi jian dari pedang ini. ", katanya ramah, tapi hal itu semakin menambah kemisteriusannya. Mereka semua semakin tertarik padanya. Tapi tiba-tiba saja Siao Yen Ce merebut pedang itu dari tangannya dan berseru, " Namamu Siou Jian, kalau begitu kau pasti berilmu tinggi. Ayo coba rebut pedang ini kalau bisa ! ". Acara kejar-kejaran yang kocak pun terjadi. Siou Jian bukannya membalas jurus-jurus Siao Yen Ce, tapi malah lari terbirit-birit.

Erkang dan Yung Chi mengamati dengan sedikit curiga. Mereka sependapat bahwa Siou Jian kelihatannya seperti seorang pendekar, dan ia pasti berilmu tinggi. Akhirnya, Yung Chi menghentikan Siao Yen Ce yang terus bernafsu mengejar Siou Jian yang tampak telah kelelahan. Sekembali mereka ke istana, mereka berkumpul di Shuo Fang Cai merembukkan sahabat baru mereka itu.

Asyik berembuk dan berdebat, entah kenapa, tiba-tiba Siao Yen Ce dengan seenaknya menyinggung soal cinta Cin Shuo pada Er Kang, yang menyebabkan Cin Shuo berlari meninggalkan ruangan sambil menangis. Ce Wei dan Er Kang menatapnya dengan gelisah. Mereka tahu, saat untuk mengurus masalah Cin Shuo telah tiba. Cin Shuo memang pada awalnya sulit menerima penjelasan Ce Wei dan Er Kang, namun ia akhirnya mengerti dan tertawa kembali seperti biasanya.

Pangeran Kelima membawakan seekor burung kakaktua yang bisa mengucap salam pada Siao Yen Ce. Tentu saja Siao Yen Ce dan seluruh penghuni Shuo Fang Cai kesenangan. Tapi, tak disangka-sangka, burung kakaktua itu terbang dari Shuo Fang Cai ketika mereka sedang bermain. Keruan saja kedua putri, Pangeran Kelima, Er Kang, Cin Shuo, para dayang dan kasim keluar mengejar, saling bersalto di antara pepohonan mengimbangi kelincahan si kakaktua. Keriuhan kocak ini memancing kehadiran Kaisar yang baru saja diobati tabib, Permaisuri dan juga Lao Fu Ye. Tak disangka-sangka, burung kakaktua itu kemudian hinggap di hiasan kepala Permaisuri.

Lao Fu Ye yang begitu membenci Han Shiang, begitu mendengar dari mulut Permaisuri bahwa Han Shiang lah yang telah melukai Kaisar, langsung memerintahkan menangkap Han Shiang ketika Kaisar dan kedua putri sedang keluar istana. Ia menyodorkan tiga pilihan padanya : sutera putih untuk menggantung diri, sebilah pisau dan sebotol racun untuk bunuh diri. Dengan tegar, Han Shiang menyadari waktunya tidak akan lama lagi. Sambil berlutut dan mengatupkan tangannya, ia berdoa dan meminta maaf pada Meng Tan, Kaisar, Siao Yen Ce, Ce Wei, Pangeran Kelima dan Erkang, kemudian tanpa rasa takut sedikitpun menenggak racun yang telah disodorkan padanya. Ching Er yang telah berusaha mati-matian, tidak kuasa mencegah. Ia hanya berharap semoga maut jangan menjemput Han Shiang sebelum kedua putri kembali ke istana.

Sementara itu, Siao Yen Ce dan kawan-kawan tengah berada di Hui Ping Lou. Mereka kembali memperkenalkan diri dengan identitas asli mereka. Siou Jian berkata, " Sejak semula aku sudah menyadari bahwa kalian bukan orang biasa. Ternyata dugaanku tidak salah. ". Ia kemudian ganti menceritakan kisah hidupnya yang mengharukan. Delapan belas tahun lalu, kedua orang tuanya dibunuh dan seluruh keluarganya tercerai-berai. Ia dan adiknya yang kala itu masih bayi, masing-masing diselamatkan ibu susu mereka dan terpisah. Selama tahun-tahun inilah, Siou Jian mengembara untuk mencari kembali adiknya yang hilang. Oleh sebab itu pula lah ia mengganti nama aslinya dengan Siou Jian ( Seruling Pedang ) untuk mengingatkannya pada jati dirinya.

Kabar yang dibawa Siao Teng Ce dari istana sangat mengejutkan. Buru-buru mereka berpacu kembali ke istana dan langsung menuju Pau Yek Lou. Han Shiang telah dibaringkan untuk menanti kematiannya, sementara kedua dayang suku Huinya tengah meratap sedih. Melihat wajah Han Shiang yang membiru tapi sekaligus juga tampak tenang itu, semua merasa terpukul. Pangeran Kelima dan Er Kang memberanikan diri melawan titah Lao Fu Ye untuk memanggil tabib, tapi satu-satunya tabib yang berani muncul menggelengkan kepala begitu selesai memeriksa denyut nadi Han Shiang, " Ia hampir pergi. Racun yang diminumnya terlalu kuat dan tak ada lagi yang bisa kita perbuat. ". Kaisar bahkan tak bisa menahan tangisnya di hadapan tabib, memerintahkannya untuk berusaha sekuat tenaga menyelamatkan Han Shiang.

Di tengah tangisnya, Cin Shuo teringat sesuatu : pil harum Han Shiang yang dulu pernah menyelamatkan nyawa Ce Wei. Langsung saja digeledahnya laci-laci di Pau Yek Lou untuk mencari pil tersebut, dan memberikannya pada Siao Yen Ce. Seluruh tubuh Han Shiang sudah mulai kaku, jadi Siao Yen Ce sambil menangis menghembuskan pil itu ke mulut Han Shiang. Kaisar yang melihat betapa kerasnya usaha Siao Yen Ce dan Ce Wei menyelamatkan Han Shiang merasa sangat terharu.

Tiba-tiba keajaiban terjadi. Seluruh Pau Yek Lou tiba-tiba dilingkupi wangi yang amat sangat, dan seekor demi seekor kupu-kupu terbang masuk dari segala arah, berputar-putar di atas tubuh Han Shiang yang terbaring sekarat, kemudian terbang meninggalkannya. Bersamaan dengan itu, bau harum khas Han Shiang pun mulai memudar. Semua meledak dalam tangis, mengira maut telah menjemput Han Shiang, namun sekali lagi keajaiban terjadi. Selir harum yang kini tak lagi harum itu membuka matanya dan kata pertama yang terucap dari mulutnya ialah " Meng Tan ".

Berita hidupnya kembali Han Shiang benar-benar mengguncang Lao Fu Ye dan Ibu Suri, juga seluruh istana. Sementara itu, Siao Yen Ce dan kawan-kawan sedang berusaha membuat rencana mempertemukan kembali Han Shiang yang masih lemah dengan Meng Tan untuk membangkitkan kembali semangat hidupnya. Kembali diundanglah sekelompok biksu Shaman pengusir roh jahat yang tak lain adalah Meng Tan, Liu Ching, Liu Hung, dan juga Siou Jian ke Pau Yek Lou. Sayangnya, rencana ini hampir saja gagal kalau bukan Siao Yen Ce kembali berakting dengan ide briliannya.

Semua memutuskan rencana pelarian Han Shiang tak bisa lagi ditunda-tunda. Maka malam itu, dalam perayaan untuk Pangeran Kelima Belas di istana Selir Ling, kedua putri berusaha menantang Kaisar mabuk. Sang Kaisar yang tidak curiga apa-apa, malah menyuruh memanggil Han Shiang ikut mengikuti jamuan bersama mereka, padahal saat itu Han Shiang tengah menyelinap keluar dalam pakaian kasim Siao Teng Ce bersama Er Kang dan Pangeran Kelima. Di pintu keluar, kereta kuda mereka dicegat beberapa pengawal yang curiga pada Siao Teng Ce gadungan itu. Untunglah, pada saat-saat terakhir, muncul Ching Er yang secara tak langsung membantu mereka dengan menyuruh para pengawal itu membantu mengejarkan anjing kecilnya.

Esok harinya, kehebohan besar terjadi di istana. Isu besar yang tersebar cepat adalah menjelmanya Han Shiang menjadi kupu-kupu yang kemudian terbang keluar istana, yang dibuktikan dengan pakaian putih Han Shiang yang tergeletak di halaman Pau Yek Lou, dan pengakuan kedua dayang Han Shiang, juga Siao Yen Ce, Ce Wei dan Cin Shuo. Gosip ini sampai ke telinga Kaisar yang merasa begitu terluka, antara percaya dan tak percaya.

Namun Permaisuri yang sejak dulu memata-matai mereka, tahu ada sesuatu yang tak beres. Diperintahkannya orang-orangnya menggeledah dan memporak-porandakan Hui Ping Lou untuk mencari barang bukti. Untunglah Liu Ching dan Liu Hung berhasil menyelamatkan diri dengan bantuan Siou Jian. Para pengawal kembali ke istana Kunning dengan membawa topeng penari Shaman yang dulu pernah mereka gunakan untuk masuk istana. Rahasia itu pun terbongkar. Merasa masih belum cukup, Permaisuri memunculkan orang-orang yang mengaku mengenal Ce Wei dari Chinan, serta membuktikan bahwa Ce Wei lahir pada musim dingin, hal yang tak mungkin bila ia benar-benar putri Kaisar dari Shia Yi He.

Tak ada yang bisa ditutupi lagi. Kali ini, murka Kaisar benar-benar menggelegak oleh harga dirinya yang terluka. Diperintahkannya hukuman penggal bagi kedua putri dan Cin Shuo, sementara Er Kang akan hidup dalam pembuangan. Pangeran Kelima sebenarnya dapat diampuni dari tuduhan persekongkolan itu karena pembelaan Lao Fu Ye, namun ia memilih dipenjarakan bersama sahabat-sahabatnya.

Malam sebelum eksekusi, Selir Ling dan Ching Er telah meneguhkan hati untuk kembali melawan titah Kaisar dengan membebaskan Er Kang dari penjara, menyusul Pangeran Kelima yang telah keluar sebelumnya. Semua rencana telah disusun rapi untuk menyelamatkan kedua putri, namun tak disangka-sangka, Permaisuri disertai Rung Ma Ma hadir di penjara. Kesempatan itu tak disia-siakan Siao Yen Ce untuk membalaskan dendamnya dengan menyerang Permaisuri juga Rung Ma Ma.

Pagi-pagi sekali, kedua putri telah dibawa keluar istana dalam arak-arakan, menuju lapangan luar kota untuk dipenggal. Tak ada yang menyangka begitu banyak rakyat yang berkumpul di jalanan, meneriakkan permohonan pengampunan bagi kedua " Ming Cien Ke Ke " ( putri dari kalangan rakyat ) ini. Rakyat jelata begitu tersentuh melihat kedua putri yang dengan tabah masih menyanyi dengan riangnya menjelang kematian mereka. Beribu-ribu rakyat yang tumpah ruah menghalangi jalan, memohon pengampunan Kaisar. Namun, titah Kaisar yang dibawa dari istana adalah "Bunuh semua."

Dalam keributan ini, muncul pesilat-pesilat berilmu tinggi yang menyelamatkan Siao Yen Ce juga Ce Wei, bersama-sama dengan rakyat yang mati-matian menghalangi para pengawal yang hendak mengejar. Mereka terus lari tanpa menoleh ke luar kota, menuju kereta kuda yang sudah disiapkan. Ketika cadar hitam para pesilat ini dibuka, muncullah wajah Yung Chi, Er Kang, Liu Ching, Liu Hung, juga Meng Tan dan Siou Jian yang sesungguhnya memang seorang pendekar tangguh. Ketika malam tiba dan sudah cukup jauh dari ibukota, mereka singgah ke pertanian milik salah seorang sahabat Siou Jian. Han Shiang juga berada di sana.

Pencarian besar-besaran terhadap kedua putri yang dianggap pemberontak ini pun dimulai. Ibu suri memerintahkan semua pengawal untuk menggeledah seluruh negeri, menangkap mereka hidup ataupun mati. Meskipun persembunyian mereka cukup terpencil letaknya, tak disangka-sangka muncul juga sepasukan tentara dengan titah langsung kaisar. Dua kali mereka nyaris terpergok oleh para tentara tersebut kalau bukan sandiwara kocak Siao Yen Ce dan ibu pemilik pertanian itu yang menyelamatkan penyamaran mereka.

Menyadari risiko besar yang mereka hadapi, Er Kang memutuskan saatnya untuk memisah kelompok mereka. Han Shiang terlebih dahulu berangkat bersama Meng Tan menuju Ta Lee, propinsi jauh di perbatasan yang indah. Malam sebelum keberangkatan mereka, diadakanlah pesta pernikahan sederhana yang hanya dihadiri sahabat-sahabat mereka.

Er Kang dan kawan-kawan mengambil arah yang berlawanan dengan Han Shiang untuk memperkecil resiko.
 
Dalam kereta kuda itulah, mereka hari demi hari mengembara dari kota ke kota, tetap waspada dan dipenuhi ketakutan, namun juga sekaligus bahagia.

Hari telah menjelang petang ketika mereka tiba di suatu kota kecil, namun kerumunan masyarakat di satu sisi kota tersebut menarik perhatian mereka. Siao Yen Ce yang penuh rasa ingin tahu tentu saja bergabung, diikuti oleh sahabat-sahabatnya. Ternyata hari itu akan dilaksanakan hukuman mati terhadap seorang gadis bernama Shu Shu yang dituduh telah berzina, sehingga mengandung. Gadis itu diikatkan pada sebuah tiang, dan bersiap akan disulut ketika Er Kang dan kawan-kawan melompat untuk menyelamatkannya. Namun teriak marah dari masyarakat segera berganti menjadi ungkapan simpati ketika mereka mengetahui duduk persoalan sebenarnya yang berhasil diluruskan kemudian.

Perjalanan diteruskan, melewati lembah yang indah, sungai yang kemilau dan hamparan rerumputan yang hijau. Tiap hari mereka lalui dengan kebahagiaan dan nyanyian, juga tawa karena ulah Siao Yen Ce yang sinting. Seperti juga ketika Siao Yen Ce memasang taruhan pada adu ayam dan memenangkan perjudian itu dengan membawa pulang ke penginapan mereka sekantung uang perak juga seekor ayam hitam yang mati-matian tidak mau dilepaskannya. Sialnya, pemilik penginapan itu ternyata bersekongkol dengan para pencuri untuk membius mereka dan mencuri segala milik mereka, termasuk ayam Siao Yen Ce.

Pada saat itu pulalah, pasukan dari ibukota telah memasuki pintu gerbang kota, menebarkan poster-poster lukisan mereka dan menggeledah seluruh penginapan. Melihat keadaan yang tidak beres ini, Er Kang langsung menyuruh mereka langsung naik ke naik ke kereta kuda dan melanjutkan pelarian mereka.

Sampai tengah jalan, Siao Yen Ce yang uring-uringan karena kehilangan uang memaksa kembali untuk menuntut kembali uang mereka yang telah dicuri. Yung Chi yang tidak setuju hampir saja bertengkar dengan Siao Yen Ce kalau bukan Siou Jian yang bersedia mengantar Siao Yen Ce membalaskan ' dendam ' kecil mereka dan mengambil kembali uang untuk sisa perjalanan. Siou Jian dan Siao Yen Ce memang sukses mengerjai pemilik penginapan itu, malah memperoleh kembali uang mereka, namun Yung Chi yang sekarang ganti uring-uringan karena cemburu.

Malam itu, mereka terpaksa bermalam di sebuah puing-puing rumah tua di tengah hutan. Begitu masuk, langsung terdengar lolongan hantu dan bayangan-bayangan hitam keluar dari balik jerami. Er Kang, Yung Chi, Siou Jian dan Liu Ching berhasil mengungkap identitas hantu gadungan itu seraya melindungi gadis-gadis di belakang mereka. Ternyata mereka adalah para gelandangan miskin yang terpaksa menyamar menjadi hantu supaya tidak diusir dari rumah tua tersebut. Tak tega melihat kehidupan mereka yang selalu kelaparan dan kekurangan, Ce Wei dan kawan-kawan dengan rela memberikan sebagian milik mereka kepada para gelandangan itu, yang disambut dengan penuh syukur.

Pagi-pagi sekali keesokan harinya, mereka telah mulai berkemas untuk melanjutkan perjalanan lagi. Tepat pada saat kewaspadaan mereka mulai mengendur karena merasa sudah cukup jauh dari ibukotalah, sepasukan pesilat berilmu tinggi datang bagaikan angin mengepung mereka dan menangkap Siao Yen Ce serta Cin Shuo yang salah disangka sebagai Ce Wei. Mati-matian Er Kang dan kawan-kawan melawan para pesilat bercadar hitam tersebut, namun mereka terpisah. Cin Shuo yang berusaha melarikan diri terjatuh dari tebing dan luka berat. Bersama dengan Liu Ching dan Liu Hung, mereka bersembunyi di sebuah desa kecil untuk merawat lukanya. Seiring dengan waktu inilah, rasa persahabatan antara Liu Ching dengan Cin Shuo sedikit demi sedikit tumbuh menjadi cinta.

Ce Wei yang terluka di kepalanya pingsan dan kehilangan penglihatannya karena luka tersebut. Kenyataan yang begitu sulit diterimanya itu pada awalnya membuatnya histeris dan putus asa, namun ia tetaplah Ce Wei yang berbesar hati dan tidak pernah menyerah. Sedikit demi sedikit, diterimanya kenyataan dirinya yang telah buta dan melalui hari-harinya dengan tabah, seraya mereka terus melanjutkan perjalanan mencari tabib terbaik dari kota ke kota untuk menyembuhkan matanya.

Tiba di suatu kota kecil, Er Kang menyerahkan Ce Wei pada Siao Yen Ce sementara ia menanyakan arah. Dasar Siao Yen Ce, melihat kerumunan orang yang bertanding catur di pinggir jalan, ia malah melupakan tugas utamanya menjaga Ce Wei dan ikut bermain. Ce Wei yang cantik dan sedang kebingungan di pinggir jalan menarik perhatian seorang penipu yang memanfaatkan kebutaannya kemudian menjualnya ke rumah bordil.

Kekalutan segera terjadi ketika mereka tidak berhasil menemukan Ce Wei. Er Kang dengan murkanya menyumpahi Siao Yen Ce yang lalai. Saat keadaan benar-benar pahit karena kesedihan, penyesalan dan amarah, hanya Siou Jian yang tetap tenang melantunkan alunan serulingnya untuk menenangkan semua orang. Siou Jian pula lah yang mencari informasi dari teman-temannya tentang keberadaan Ce Wei, sampai akhirnya mereka menemukannya di sebuah rumah bordil dalam keadaan ketakutan dan shock.

Meskipun menderita, Ce Wei tetap menganggap Siao Yen Ce salah seorang terpenting dalam hidupnya. Demikianlah Er Kang memaafkan Siao Yen Ce yang benar-benar menyesal atas kecerobohannya. Mereka kembali bersahabat dan suasana yang riang dulu mulai kembali. Siao Yen Ce dan kawan-kawan pergi menangkap ikan dengan gembira. Siapa yang menyangka, kali ini kembali datang sepasukan pesilat tangguh bercadar hitam yang membawa titah Permaisuri untuk 'Bunuh semua '. Kali ini, Er Kang dan Yung Chi yang mati-matian melindungi Ce Wei dan Siao Yen Ce terluka parah. Er Kang tidak sadar sepanjang malam, dan tabib yang memeriksanya hanya meminta supaya mereka membuatnya tenang, karena jiwa Er Kang yang tetap gelisah akan memperburuk komplikasi lukanya.

Demikianlah Ce Wei menyanyikan lagu kesukaannya sepanjang malam sambil memetik kecapi. Pelan-pelan, pagi pun tiba, dan Er Kang mulai tersadar. Tepat saat itulah, Ce Wei merasa matahari di dunianya yang gelap sedikit demi sedikit terbit, dan ia dapat melihat kembali. Kebahagiaan kembali melingkupi mereka semua. Tabib yang memeriksa mereka, hanya geleng-geleng kepala melihat kemauan mereka untuk terus hidup yang memberi mereka kekuatan kesembuhan yang sedemikian besar. Kebahagiaan mereka semakin lengkap ketika Liu Ching dan Cin Shuo yang telah sembuh juga kembali bergabung dengan mereka, sekalian mengumumkan rencana pernikahan mereka.

Para anak muda ini tidak peduli lagi apakah mereka hidup dalam pelarian atau bukan. Setiap hari mereka lampaui dengan cinta, tawa, kekesalan, rasa haru, juga pertengkaran-pertengkaran kecil. Siao Yen Ce yang pulang dari menjual tontonan Kungfu di pasar malah bertengkar dengan Yung Chi yang tak bisa menerima cara mencari uang yang dianggapnya menipu itu. Bagaimanapun ia adalah seorang pangeran, yang dibesarkan dalam kemewahan dan kekuasaan. Bagaimana kerasnya ia mencoba menyesuaikan diri dengan kehidupan rakyat jelata, ia masih belum terlalu mengerti bagaimana kesederhanaan dari kehidupan rakyat dan Siao Yen Ce yang dicintainya. Ce Wei dan Er Kang yang berusaha melerai, malah terkena batunya, namun mereka kembali lega melihat pasangan muda itu berbaikan kembali gara-gara sebatang kampak.

Sementara itu, di istana yang kini sepi dan dingin tanpa kehadiran putra-putri kesayangannya, Chien Lung menyadari kesalahan dan keangkuhannya. Tiap hari ia berkunjung ke Shuo Fang Cai dan dipenuhi rasa kerinduan yang amat sangat. Melalui Selir Ling, ia mengaku kalau ia sebenarnya telah mempersiapkan para pesilat untuk menyelamatkan Siao Yen Ce dan Ce Wei ketika mereka akan dieksekusi. Hanya untuk keangkuhan dan wibawanyalah ia tetap menjalankan rencana hukuman mati itu. Penyesalannya semakin bertambah ketika datang berita ke istana tentang Yung Chi dan Er Kang yang terluka, serta Ce Wei yang menjadi buta. Buru-buru diperintahkannya orang untuk menyampaikan bahwa Kaisar sudah memaafkan mereka dan menyuruh mereka semua pulang kembali ke istana.

Pejabat Li yang membawa titah itu memang menemukan mereka, namun Er Kang dan sahabat-sahabatnya yang terlanjur curiga malah melarikan diri lagi sesudah memukul mundur semua anak buah pejabat tersebut.

Dalam perjalanan, mereka bertemu seorang gadis kecil yang dijual untuk bermain akrobat. Melihatnya, Siao Yen Ce seakan melihat kembali masa kecilnya yang pahit. Karena itu, ia begitu keras kepala menyelamatkan gadis itu dan membawanya bersama mereka. Ketika Yung Chi dan Siou Jian mencoba menasihatinya, ia tetap bertahan. Yung Chi yang sejak dulu memendam rasa cemburunya, salah mengerti dan malah bertengkar sampai bertarung dengan Siou Jian yang dianggapnya diam-diam mencintai Siao Yen Ce.

Saat itulah, tanpa terduga-duga meluncur keluar rahasia itu, bahwa Siao Yen Ce adalah adik kandung Siou Jian yang telah hilang selama delapan belas tahun. Semuanya tentu saja terkejut, lebih-lebih Siao Yen Ce yang begitu terharu karena tahu bahwa ia ternyata masih punya keluarga kandung di dunia ini.

Kaisar akhirnya mengutus Fu Lun untuk menjemput mereka. Fu Lun menemukan mereka di arena tebak kata yang kocak, namun bagaimanapun, mereka telah terlanjur bahagia dengan kehidupan mereka di luar istana. Mereka semua memutuskan tak ingin kembali lagi, sampai akhirnya sang Kaisar sendirilah yang menyusul mereka dan dengan kata-kata penyesalannya, mengharu-birukan suasana. Ce Wei yang pertama memutuskan ingin pulang dan kembali berada di sisi ayah yang baru ditemukannya dengan susah payah setelah delapan belas tahun.

Perjalanan pulang itu adalah hari terindah dalam hidup mereka. Sepanjang jalan, nyanyian terdengar. Di Shuo Fang Cai pun, para dayang dan kasim, juga Selir Ling dan Ching Er telah mempersiapkan kembalinya kedua putri itu.

Pada akhirnya, terbongkarlah semua kejahatan Permaisuri yang mengutus pasukan demi pasukan pesilat berilmu tinggi untuk menghabisi Ce Wei dan kawan-kawan, serta merancang fitnah demi fitnah yang sejak dulu meneror kehidupan Ce Wei dan Siao Yen Ce. Ia hendak dihukum mati oleh Kaisar yang murka, tapi Ce Wei dan Siao Yen Ce yang tidak tega melihat Pangeran Kedua Belas yang masih kecil, memohon pengampunan untuk Permaisuri dengan lencana emas yang dihadiahkan Kaisar. Kali ini Permaisuri baru benar-benar menyadari kebaikan kedua gadis yang sejak dulu dibencinya itu dan menyesali kesalahannya.

Akhir dari semua, dilangsungkanlah pernikahan kedua pasangan Ce Wei - Er Kang dan Siao Yen Ce - Yung Chi, yang mendapat restu dari Lao Fu Ye. Malam pernikahan itu, Siou Jian juga diundang ke pesta di istana, dan ia bertemu dengan Ching Er yang langsung menarik simpatinya. Ching Er memang telah diam-diam menyimpan rasa kagum pada tokoh yang selalu diceritakan Siao Yen Ce ini.

Kisah Putri Huan Zhu II berakhir di sini.


Demikianlah Info postingan berita Kisah Putri Huan Zhu

terbaru yang sangat heboh ini Kisah Putri Huan Zhu, mudah-mudahan bisa memberi manfaat untuk anda semua. baiklah, sekian info artikel kali ini.

Anda sedang membaca posting tentang Kisah Putri Huan Zhu dan berita ini url permalinknya adalah https://indodongeng.blogspot.com/2010/05/kisah-putri-huan-zhu.html Semoga info lowongan ini bisa bermanfaat.

Subscribe to receive free email updates: